Jakarta, CNN Indonesia --
Tema '80-an dipilih oleh Edwin saat mengadaptasi novel karya Eka Kurniawan berjudul Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas. Edwin bahkan berburu properti 'jadul' untuk menghidupkan kembali suasana pada era itu.
Edwin berkelana dari Cirebon, Jawa Barat, hingga ke Rembang, Jawa Tengah demi mewujudkan dunia dalam novel Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas yang mengangkat era '80-an.
"Jadi ada Indramayu, Cirebon, Kuningan, Semarang, tapi paling banyak di Rembang," kata Edwin kepada CNNIndonesia.com, baru-baru ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari perjalanan itu, Edwin dan rumah produksi Palari Film memilih sejumlah kota yang merepresentasikan dunia yang digambarkan oleh Eka Kurniawan dalam novel. Yakni daerah di Jalur Pantura atau Jalur Pantai Utara Jawa, dengan topografi gunung dan pantai yang saling berdekatan.
Walau keadaan dan zaman sudah berubah, Edwin tetap bisa menemukan daerah yang masih asli atau autentik, belum tersentuh modernisasi.
SEPERTI DENDAM RINDU HARUS DIBAYAR TUNTAS |
"Kalau daerah di luar Jakarta memang enggak banyak yang berubah juga sih, jadi masih ada tuh daerah-daerah yang enggak ada listrik," kata Edwin.
"Jadi paling [kami] mencari properti, mobil, properti yang sesuai tahun itu tapi masih baru, jadi bukan [kendaraan] bekas."
Beberapa perlengkapan dan kendaraan lawas keluaran '80-an juga dipakai Edwin dalam film ini, mulai dari sepeda motor Honda Astrea Prima yang dipakai Ajo Kawir (Marthino Lio), hingga jip lawas yang dibawa oleh Tokek (Sal Priadi).
Asa Edwin dan tim produksi menampilkan kondisi era '80-an juga diwujudkan lewat kostum para pemain yang juga berpenampilan ala 1980-an. Ajo Kawir dengan jaket parasut yang hit kala itu, dan Iteung dengan rambut keritingnya.
lanjut ke sebelah..
Selain dari visual, Edwin juga menggunakan bahasa Indonesia baku dalam dialog para pemeran. Hal ini wajar ditemui dalam film-film Indonesia di tahun '80-an, seperti Perempuan dalam Pasungan (1980), Melodi Cinta (1980) dan Tjoet Nja' Dhien (1988).
Peristiwa-peristiwa yang terjadi di era '80-an disebut Edwin masih membekas dalam ingatan, sehingga tidak sulit untuk merekonstruksi ke dalam film Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas.
"Saya mengandalkan ingatan saja sih, dalam arti [saya] cukup dekatlah dengan periode itu, dan banyak yang bekerja di divisi kami, baik aktor maupun kru, semuanya pernah mengalami zaman itu, jadi ya cukup dekat dengan gambar-gambar [di era itu]," kata Edwin.
Adegan dalam film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas direkam dengan kamera analog. Hal tersebut dibuat agar film ini semakin terasa lawas. Tim produksi mengatakan pengambilan gambar dilakukan dengan film seluloid 16 mm.
Menurut Akiko Ashizawa, sinematografer asal Jepang yang juga terlibat dalam film ini, karakter film seluloid 16 mm sangat tepat untuk menciptakan dunia yang ingin ditampilkan dalam film ini.
Film Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas merupakan film terbaru yang disutradarai oleh Edwin. Film ini diangkat dari novel karya Eka Kurniawan dengan judul sama.
Sebelum diputar Indonesia, Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas telah melanglang buana di dunia internasional. Film itu tayang perdana di Festival Film Locarno 2021 dan mendapatkan Golden Leopard, penghargaan tertinggi di festival itu.
Film itu juga telah tayang di Festival Film Toronto 2021 dan juga menjadi pembuka Festival Film Internasional Singapura pada 25 November 2021.
Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas tayang di bioskop Indonesia mulai 2 Desember 2021.