Yerusalem, CNN Indonesia -- Konflik seakan tak pernah berhenti antara Israel dan Palestina. Latar belakang perseteruan kedua negara ini dapat ditarik mundur hingga tahun 2.000 SM dan melibatkan kepercayaan agama Islam, Kristen dan Yahudi.
Namun dalam sejarah kontemporer, konflik kedua negara ini dimulai ketika warga Israel mulai membangun pemukiman di Palestina paska Perang Dunia Pertama.
Palestina saat itu telah lepas dari kendali kekaisaran Ottoman dan berada di bawah kendali Inggris. Hubungan Israel yang dekat dengan Inggris dan tentara sekutu memudahkan pembangunan hunian Yahudi di Palestina.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk menghindari terjadinya perebutan wilayah, Majelis Umum PBB membagi Palestina menjadi dua wilayah, yaitu wilayah penduduk Yahudi, meliputi Gurun Negev, dataran pantai antara Tel Aviv dan Haifa dan sebagian Galilea utara serta wilayah penduduk Arab Palestina, yang meliputi Tepi Barat, Jalur Gaza, Jaffa dan sektor Arav dari Galilea.
Sementara kota terpenting dan tertua, Yerusalem, diakui sebagai kota suci bagi pemeluk agama Islam dan Yahudi.
Namun, pembagian wilayah ini ditentang oleh warga Arab Palestina dan sejumlah negara-negara tetangga karena menganggap para pemukim Yahudi hanyalah kaum pendatang di tanah Palestina.
Perebutan wilayah Yerusalem oleh Israel dan Palestina terus berlangsung hingga saat ini. Kedua negara sama-sama menyatakan bahwa Yerusalem adalah wilayah mereka.
Pada 14 Mei 1948, Perdana Menteri pertama Israel, David Ben-Gurion mendeklarasikan negara Israel dan menyatakan persatuan bagi Yerusalem Barat dan Timur untuk menjadi ibu kota Israel.
Deklarasi ini mendapat persetujuan dari Amerika Serikat dan Rusia, namun mendapat tentangan dari sejumlah negara tetangga, seperti Mesir, Yordania, Irak, Suriah dan Libanon, dan menginisiasi Perang Arab-Israel tahun 1948.
Setelah Perang Arab-Israel tahun 1948, kota Yerusalem terbagi menjadi dua daerah, yaitu Yerusalem Barat dibawah kepemimpinan Israel dan sebagian besar ditempati oleh penduduk Yahudi dan Yerusalem Timur di bawah otoritas Yordania dengan penduduk mayoritas Arab Palestina.
Namun, pembagian daerah ini tidak berlangsung lama. Israel terus memperluas daerah kekuasaan utama setelah memenangi Perang Enam Hari pada 1967 yang melibatkan Yordania, Mesir dan Suriah.
Setelah perang tersebut, Israel mengambil alih Yerusalem Timur dan Tepi Barat dari kendali Yordania, merebut Semenanjung Sinai dan Jalur Gaza dari Mesir, serta Dataran Tinggi Golan dari Suriah.
Dewan Keamanan PBB telah meminta Israel untuk mundur dari Yerusalem Timur dan Tepi Barat pada 1967 untuk memudahkan perjanjian damai dengan negara Arab. Namun, pemerintah Israel tak memenuhi permintaan tersebut dan mendeklarasikan "seluruh wilayah Yerusalem sebagai ibu kota Israel" pada 1980.
Deklarasi Israel tersebut terus memicu perseteruan dengan Palestina, meskipun PBB terus mengupayakan perdamaian. Salah satu yang paling terkenal dalam catatan sejarah adalah pemberontakan Intifada Pertama yang berlangsung 1987 hingga 1993.
Pemberontakan Intifada dimulai pada 6 Desember 1987 ketika seorang warga Israel ditikam orang tak dikenal hingga tewas ketika tengah berbelanja di Jalur Gaza. Insiden ini memicu kemarahan warga Yahudi Israel dan Palestina, dan membuat pertempuran antar keduanya meluas hingga ke Tepi Barat dan Yerusalem.
Kerusuhan yang sempat mereda selama beberapa tahun kemudian kembali terjadi pada September 2000, dan dikenal dengan Intifada Kedua.
Aksi pemberontakan ini dipicu kunjungan mantan perdana menteri Ariel Sharon ke Temple Mount, yang memicu kemarahan warga Palestina. Bentrokan pun tak terhindarkan dan mengakibatkan sekitar 3.000 orang Palestina, 1.000 warga Israel, serta 64 orang asing tewas.
Intifada Kedua juga menyebabkan penutupan total bagi Mesjid Al-Aqsa.
 Ekskalasi meningkat sebagai akibat penutupan Al-Aqsa (Reuters/Amir Cohen) |
Usaha perdamaianPerseteruan antar kedua negara yang berlangsung selama puluhan tahun kerap disertai oleh berbagai usaha damai. Pada tahun 1993, para pejabat Israel yang dipimpin oleh Yitzhak Rabin dan Organisasi Pembebasan Palestina pimpinan Yasser Arafat berusaha untuk mencari solusi damai melalui Perjanjian Oslo.
Usaha perdamaian ini dimulai oleh pernyataan Arafat yang mengakui Israel punya hak untuk menjadi sebuah negara. Perjanjian Oslo berisi pakta perdamaian bahwa Israel secara bertahap akan menyerahkan kendalinya atas wilayah Palestina ke pemerintah Palestina.
Namun, usaha perdamaian ini gagal ketika Yitzhak Rabin dibunuh oleh Yigal Amir, teroris Israel yang tak menginginkan kesepakatan damai terjadi. Pembunuhan Rabin menyebabkan usaha perdamaian kedua negara kembali putus di tengah jalan.
Usaha damai kembali terjadi ketika Presiden AS Bill Clinton mengajak kedua negara untuk bertemu di Camp David pada bulan Juli tahun 2000 silam. Perdana Menteri Israel Ehud Barak menyampaikan syarat perdamaian kepada Presiden Palestina Yasser Arafat yaitu, pembagian negara Palestina non militer menjadi tiga hingga bagian, termasuk Tepi Barat, sebagian Yerusalem Timur, dan seluruh Jalur Gaza.
Barak juga mensyaratkan Israel menguasai Temple Mount, Yerusalem Timur, lembah Jordan dan sebagian besar pemukiman Yahudi di Tepi Barat.
Namun, Arafat menolak syarat ini karena perjanjian ini mengindikasikan pendudukan Israel atas tanah, keamanan, pemukiman, dan kota Yerusalem di Palestina menjadi sangat luas.
Penolakan Arafat tidak disertai dengan pengajuan tawaran untuk negosiasi, sehingga kesepakatan damai tidak tercipta. Presiden Clinton menyalahkan Arafat atas keputusannya tersebut.
Usaha perdamaian kedua negara kembali terjadi ketika Pangeran Arab Saudi, Abdullah, mengusulkan Inisiatif Perdamaian Arab, atau The Arab Peace Inititive, di Konferensi Tingkat Tinggi Beirut Summit pada 28 Maret 2002.
Inisiatif Perdamaian Arab kemudian disepakati oleh Liga Arab pada KTT Riyadh pada tahun 2007, dengan menawarkan "solusi dua negara" melalui penarikan pasukan Israel dari seluruh wilayah yang diduduki, termasuk Dataran Tinggi Golan, mengakui kedaulatan Palestina dengan ibu kota Yerusalem Timur di Tepi Barat dan Jalur Gaza, serta menciptakan solusi yang adil bagi para pengungsi Palestina.
Pendudukan wilayahBertolak belakang dengan perjanjian "solusi dua negara", pemukiman Yahudi di wilayah Palestina, utamanya di Silwan, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur terus meluas. Tindakan Israel ini mendapat kecaman dari Dewan Keamanan PBB pada Desember 2011 yang menyatakan bahwa pembangunan pemukiman Yahudi telah mengancam perdamaian kedua negara.
Pada Mei 2012, sebanyak 27 menteri luar negeri Uni Eropa mengecam upaya perluasan pemukiman Yahudi oleh pemerintah Israel dan berbagai tindak kekerasan yang dilakukan oleh para pemukim Yahudi.
Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak mengindahkan kritik tersebut dengan mengatakan bahwa membatasi hak orang untuk tinggal di rumah yang mereka beli secara legal sangat berseberangan dengan nilai-nilai kebebasan.
Israel menganggap seluruh Yerusalem sebagai wilayah yang "tak terpisahkan dan abadi" dan orang Yahudi berhak untuk tinggal di wilayah manapun di Yerusalem.
Seperti diberitakan kantor berita Palestina, Ma'an, tindak kekerasan di Yerusalem Timur meningkat seiring dengan hasutan dari para pemukim Yahudi yang melakukan aksi long march dengan meneriakkan slogan yang mendukung tindak kekerasan dan bahkan pembunuhan.
Di antara 50 ribu penduduk Palestina, diperkirakan sudah ada 500 pemukim yang bersenjata dan dilindungi oleh polisi paramiliter tinggal di Silwan.
Organisasi HAM internasional, Amnesty International, memaporkan pada periode 2011 hingga 2013 pasukan Israel tercatat melakukan tindak kekerasan dan pembunuhan yang disengaja, yang dapat disamakan dengan tindak kejahatan perang, di Tepi Barat. Setidaknya 261 warga Palestina, termasuk 67 anak-anak terluka parah oleh amunisi Israel.
Dalam periode yang sama, 45 warga Palestina, termasuk enam anak-anak terbunuh dan ribuan lainnya terluka akibat peluru karet berlapis logam milik Israel.
Pada invasi Israel yang terjadi Agustus lalu, Badan Koordinasi Kemanusiaan PBB mencatat 1814 warga Palestina tewas di Jalur Gaza, sebagian besar warga sipil, ribuan mengalami luka dan yang lainnya kehilangan tempat tinggal.
Perseteruan terus meningkatPerseteruan antara warga Palestina dan Israel kembali meruncing ketika terjadi bentrokan antara warga Palestina dengan tentara Israel menyusul penutupan akses ke Old City atau Kota Tua di Yerusalem, yang menjadi lokasi masjid Al-Aqsa dan kuil kuno Yahudi beberapa waktu lalu.
Ini adalah pertama kali tempat suci umat Islam dan Yahudi tersebut ditutup oleh Israel dalam 14 tahun terakhir, meski akses kembali dibuka bebarapa hari kemudian.
Bentrokan terjadi setelah seorang aktivis sayap kanan Israel berwarganegaraan ganda Amerika Serikat ditembak karena menuntut dibukanya kompleks Al-Haram asy-Syarif untuk ibadah umat Yahudi pekan lalu.
Kompleks Al-Haram asy-Syarif di Kota Tua yang menjadi lokasi masjid Al-Alqsa telah puluhan tahun dikelola dan dijaga oleh pemerintah Yordania. Warga Yahudi boleh memasukinya, namun dilarang beribadah di dalamnya.