KONFLIK ISRAEL-PALESTINA

Politisi Israel ke Al-Aqsa, Situasi Memanas

CNN Indonesia
Senin, 03 Nov 2014 07:15 WIB
Kondisi keamanan di Yerusalem mencekam usai bentrokan pekan lalu. Politisi sayap kanan Israel mendesak diperbolehkannya umat Yahudi beribadah di tempat itu.
PolitisiMoshe Feiglin menghabiskan sekitar satu jam di komplek itu, sempat membuat situasi tegang. (Reuters/Amir Cohen)
Yerusalem, CNN Indonesia -- Politisi sayap kanan Israel yang mendesak diperbolehkannya warga Yahudi beribadah di komplek Masjid Al-Aqsa mengunjungi situs di Yerusalem itu pada Minggu (2/11), padahal sebelumnya Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyerukan untuk menahan diri menyusul bentrokan akhir pekan lalu antara aparat Israel dengan warga Palestina.

Politisi dari Partai Likud Moshe Feiglin, seorang Yahudi Ortodoks, menghabiskan sekitar satu jam di komplek itu.

Mengenakan jas, dasi dan kippah -penutup kepala khas Yahudi- Feiglin yang ditempel terus oleh pengawalnya, terlihat membungkukkan kepalanya kepada seorang pria Muslim yang sedang shalat, lalu berfoto di depan Dome of Rock atau Kubah Shakhrah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat dia berjalan mundur dari Kubah, situasi sempat memanas setelah umat Muslim yang mengerubunginya dari jauh meneriakkan "Allahu Akbar", membuat polisi bersenjata siaga. Tidak terjadi bentrokan dalam kedatangannya kemarin.

Diberitakan Reuters, Minggu kemarin adalah hari pertama dibukanya tempat suci bagi umat Islam itu bagi non-Muslim setelah seorang aktivis Israel berwarganegaraan ganda Amerika Serikat ditembak karena menuntut dibukanya komplek Al-Haram asy-Syarif untuk ibadah umat Yahudi pekan lalu.

Komplek Haram al-Sharif atau yang disebut Gunung Kuil oleh penganut semitisme adalah tempat paling suci bagi umat Yahudi, dan merupakan lokasi berdirinya Masjid al-Aqsa, situs suci ketiga umat Islam setelah Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah, Arab Saudi.

Feiglin yang gencar berkampanye mendesak diperbolehkannya Yahudi beribadah di komplek tersebut ibarat duri dalam daging bagi Partai Likud pimpinan Netanyahu yang tetap menginginkan tegaknya status quo di al-Aqsa.

"Yahudi harus diperbolehkan datang ke Temple Mount dan beribadan kapan saja. Semua negara punya tempat suci, ada di Mekkah, Roma, beberapa di Timur Jauh," kata Feiglin setelah meninggalkan komplek itu.

Komplek Al-Haram asy-Syarif telah puluhan tahun dikelola dan dijaga oleh pemerintah Yordania. Warga Yahudi boleh memasukinya, namun dilarang beribadah di dalamnya.

Aktivis Yehuda Glick yang gencar menyerukan dibukanya komplek tersebut untuk ibadah Yahudi ditembak dan mengalami luka parah Rabu lalu, Feiglin saat itu sedang berjalan di sampingnya.

Warga Palestina yang diduga melakukannya ditembak mati oleh tentara Israel pada Kamis, memicu bentrokan di jalanan kota Yerusalem Timur, yang akhirnya membuat Israel menutup seluruh akses ke al-Aqsa untuk pertama kalinya dalam 14 tahun.

Penutupan total sebelumnya terjadi pada tahun 2000 saat berlangsung Intifada jilid dua, sesaat setelah pemimpin Israel saat itu Ariel Sharon mengunjungi al-Aqsa.

Presiden Palestina Mahmoud Abbad mengatakan bahwa penutupan al-Aqsa berarti deklarasi perang. Jumat lalu, komplek tersebut kembali dibuka namun hanya untuk warga Palestina berusia 50 tahun ke atas.

Kedatangan Feiglin diperkirakan hanya akan memperburuk situasi.

Sebelumnya, Netanyahu menyerukan kedua pihak menahan diri untuk mencegah pertumpahan darah.

"Sangat mudah menyulut kekerasan agama. Namun sulit untuk memadamkannya. Yang kita butuhkan saat ini adalah mendinginkan situasi," kata Netanyahu dalam pertemuan kabinet Minggu kemarin.

Netanyahu menegaskan bahwa pemerintahnya tidak akan mengubah status quo Al-Haram asy-Syarif.

Namun dia berpotensi kembali memicu ketegangan dengan Palestina setelah menyetujui rancangan undang-undang yang memungkinkan hukuman 20 tahun penjara bagi warga Palestina yang melempari tentara dan warga Israel dengan batu.

Presiden Mahmoud Abbas, yang telah berbicara dengan Menteri Luar Negeri AS John Kerry soal konflik di Yerusalem, menghormati seruan Netanyahu untuk tetap berkepala dingin.

"Serangan dan provokasi oleh para fanatik akan menyebabkan situasi semakin parah. Hal ini akan menciptakan ketidakstabilan dan ketegangan baik di Palestina dan di kawasan, dan ini tidak kita inginkan," kata Abbas.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER