Raqqa, CNN Indonesia -- Pekan ini, dunia dikejutkan dengan ancaman serangan siber dari peretas Korea Utara, Guardian of Peace, yang berujung pada pembatalan perilisan film The Interview.
Namun, apa jadinya jika serangan siber juga dilakukan oleh kelompok militan ISIS?
Menurut kelompok pemerhati HAM dan keamanan siber, The Citizen Lab, kelompok militan ISIS yang terkenal dengan propaganda video pemenggalan kepala, diduga telah merambah dunia peretasan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
The Citizen Lab memperoleh laporan bahwa virus
malware baru telah menimpa kelompok oposisi ISIS yang bernama RSS atau kepanjangan dari
Raqqa is being Slaughtered Silently, yang tak sejalan dengan pemerintahan Bashar al-Assad namun tak juga memihak kepada ISIS.
"
Malware yang digunakan dalam serangan siber ISIS itu sangat sederhana," kata The Citizen Lab, seperti ditulis
CNN, Kamis (19/12).
The Citizen Lab menjelaskan bahwa korban dari kelompok RSS menerima email dari orang-orang yang mengaku sebagai aktivis Suriah yang tinggal di Kanada. Mereka meminta bantuan aktivis lokal seperti RSS untuk memerangi ISIS dengan cara bekerja sama dengan media asing.
"Kami sedang mempersiapkan sebuah laporan berita panjang tentang realitas kehidupan di Raqqah, Suriah. Kami akan memberikan informasi terkait tulisan kami, dengan harapan Anda akan memperbaikinya jika terdapat kesalahan," bunyi email yang mengandung
malware tersebut.
Email tersebut akan disertai sejumlah foto yang menampilkan area yang menggambarkan dugaan lokasi markas ISIS dan target serangan udara AS.
Ketika korban menggunggah foto itu, virus yang terdapat di dalam foto akan mengendap di dalam komputer korban.
Namun, The Citizen Lab menilai virus tersebut tidak terlalu berhaya.
"Virus akan dapat mengakses alamat IP dari komputer korban dan rincian tentang sistem setiap kali komputer dihidupkan kembali," kata The Citizen Lab.
Virus tersebut juga dapat memberitahu lokasi di mana sang korban mengakses email tersebut.
Virus semacam
trojan horse ini kerap digunakan di Suriah. Para peneliti dari Universitas Toronto hingga kini belum bisa mengkonfirmasi bahwa serangan siber tersebut berasal dari ISIS, karena rezim Assad juga menggunakan virus
trojan horse untuk melawan aktivis dan pemberontak sejak 2011.
Peneliti serangan siber, John Scott-Railton dan Seth Hardy mengatakan virus ini ditujukan untuk mengetahui lokasi sang korban.
RSS adalah salah satu kelompok militan yang berlawanan dengan ISIS. Para aktivis RSS yang berbasis di kota Raqqa kerap mengungkapkan di media sosial bahwa kota tersebut penuh dengan pertumpahan darah.
RSS gencar melaporkan serangan udara koalisi yang dipimpin AS mengenai sejumlah markas ISIS, dan membahas tentang hukum Syiah Islam yang coba diterapkan ISIS kepada warga Raqqa.