Jakarta, CNN Indonesia -- Puluhan WNI yang terkatung-katung di sebuah kapal di Angola akhirnya mendapatkan kepastian pembayaran gaji oleh perusahaan yang mempekerjakan mereka. Namun, perusahaan tersebut mengaku tidak kuat untuk membayar lunas, sehingga pembayaran akan dicicil.
Dalam pernyataan Forum Solidaritas Pekerja Indonesia di Luar Negeri (FSPILN) yang diterima CNN Indonesia, Selasa (31/3), kepastian pembayaran upah ini diperoleh dalam pembicaraan antara para pelaut dengan PT. Inter Burgo dan dua orang perwakilan KBRI dari Namibia.
Dalam perjanjian itu, perusahaan berjanji akan memulangkan seluruh ABK indonesia yang selesai masa kerjanya dan
over kontrak di bulan april.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pembayaran akan dilakukan oleh perusahaan dalam dua tahap. Pertama, gaji dibayarkan separuh dan sisanya akan dibayarkan pada bulan Mei hingga Juni mendatang. PT. Inter Burgo mengaku tidak sanggup jika harus membayar puluhan ABK itu secara kontan dengan alasan krisis keuangan.
"Angola mengalami krisis dollar, untuk membiayai asetnya saja dalam satu hari cuma bisa menarik US$500," kata Chang, selaku General Manager (GM) PT. Inter Burgo di Angola.
Perusahaan tersebut dan agen di Indonesia, yaitu PT Kimco Citra Mandiri, PT. Marindo, PT. Panca Karsa dan PT. Indah Mekar Sari (IMS), dengan diketahui pihak KBRI bersedia membuat surat perjanjian para pelaut.
"Jika ingkar, pihak PT. Inter Burgo bersedia dimejahijaukan dan para Pelaut selaku
crew/ABK bisa menuntut dan memperkarakannya melalui Agen di Indonesia," ujar pernyataan FSPILN.
Saat ini terdapat 26 ABK Indonesia yang terkurung di sebuah kapal bekas yang dibiarkan mengapung di perairan Angola, Afrika. Beberapa di antara mereka sudah berada di kapal itu selama berbulan-bulan setelah kontrak mereka habis.
Berdasarkan surat perjanjian kerja, sistem pembayaran upah para WNI ABK, yang berkisar US$500 per bulan, dibagi menjadi dua. Sebanyak 50 persen upah dikirimkan kepada keluarga di Indonesia melalui delegasi, sementara 50 persen sisanya dibayarkan langsung kepada para ABK di tempat. Namun, tak ada sepeserpun gaji yang mereka terima.
Salah satu ABK di kapal tersebut, Nursalim, mengatakan bahwa perjanjian itu masih akan dirundingkan dulu, "karena ada sebagian pelaut yang mau menerima dan sebagian lainnya masih ragu."
Jangan gegabahJuru bicara FSPILN, Imam Syafi'i mengimbau para ABK untuk tidak begitu saja percaya dengan hasil kesepakatan tersebut. Mengingat kesepakatan itu masih belum ada tanggapan apa-apa dari keempat perusahaan pengirim di Indonesia.
Imam menyarankan para pelaut tidak gegabah mengambil keputusan. Sebab dari kasus yang sudah-sudah, ABK sulit menuntut hak setelah pulang ke Indonesia.
Selain itu dikhawatirkan perusahaan ingkar janji serta apakah KBRI siap membantu proses penuntutan di pengadilan Angola atau tidak.
"Jika memang dirasa kesepakatan tersebut akan diambil, para pelaut selaku korban harus tegas dan berani untuk meminta "Hitam diatas Putih" pernyataan tersebut dengan versi tiga bahasa yaitu bahasa Inggris, Korea dan bahasa Indonesia agar Tidak ada manipulasi kata yang dikhawatirkan akan merugikan hak-hak para Pelaut setibanya di Indonesia dan dipastikan disaksikan serta ada tanda tangan dari pihak PT. Inter Burgo dan Perwakilan KBRI di Namibia," ujar Syafi'i.