Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Filipina mengatakan seorang militan tewas pada akhir pekan lalu, dibunuh oleh pengawalnya sendiri demi mengejar imbalan dari Amerika Serikat.
Abdul Basit Usman, seorang militan yang memiliki jaringan kuat dengan al-Qaidah dan dianggap bersalah atas sejumlah serangan bom di Filipina selatan, telah diburu oleh pasukan keamanan sejak 2002.
"Ada pertentangan di dalam kelompoknya," kata Jenderal Gregorio Pio Catapang di pangkalan militer Manila pada Senin (4/5). "Laporan yang tiba di markas mengungkapkan bahwa Usman dan lima orang lain yang tak dikenal tewas dalam (insiden) tembak-menembak, diduga dengan sesama anggota kelompoknya."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Catapang mengatakan ia memiliki informasi bahwa pengikut Usman telah menyerahkan Usman demi mendapat hadiah US$1 juta yang ditawarkan oleh Departemen Luar Negeri AS, tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Tapi tuduhan pembunuh Usman merupakan orangnya sendiri itu dibantah oleh kelompok gerilyawan Muslim Filipina Selatan, Front Pembebasan Islam Moro (MILF). MILF mengklaim anggotanya yang membunuh Usman.
Catapang mengatakan Usman sedang bepergian dengan tujuh pengawalnya menuju kamp pemberontak di kota Guindulungan, di pulau selatan Mindanao, ketika baku tembak meletus di dalam kelompoknya.
"Mayat-mayat itu ditemukan oleh pemberontak MILF,” katanya, menambahkan tentara dan unit polisi berusaha mencari identitas para militan lain dibunuh.
Kepala perunding perdamaian MILF, Mohagher Iqbal, mengatakan kepada Reuters bahwa Usman dibunuh oleh pasukannya sendiri ketika ia menolak ditangkap.
Kata Iqbal, kelompok Usman diserbu sekitar pukul 10.30 pagi waktu setempat pada Minggu.
Catapang dan Iqbal mengatakan kematian Usman justru akan menjadi dorongan untuk upaya perdamaian.
"Operasi keamanan kami akan dilanjutkan sampai kita mendapatkan semua potensi perusak proses perdamaian," kata Catapang. Ia menambahkan masih ada sepuluh militan Islam asing dan sekitar 100 militan Islam lokal yang memberontak di selatan.
Pada Maret 2014, Filipina menandatangani perjanjian perdamaian dengan MILF, mengakhiri konflik selama 45 tahun yang telah menewaskan sekitar 120 ribu orang dan menelantarkan 2 juta lainnya.
Namun pemberontak tidak akan meletakkan senjata sampai kesepakatan damai akhir tercapai.
Mereka menunggu Manila memenuhi janji membangun pemerintahan otonom Muslim baru di selatan, memberi kewenangan yang lebih luas atas ekonomi, politik dan kehidupan sosial.
(stu)