Jakarta, CNN Indonesia -- Seorang pejabat senior di departemen pariwisata Nepal pada Senin (4/5) mengatakan bahwa Gunung Everest tetap terbuka untuk pendaki, meski gempa 7,9 SR pada 25 April lalu telah memicu longsoran salju dan menghancurkan sebagian besar rute ke puncak tertinggi di dunia itu.
Gempa terburuk yang melanda Nepal dalam 80 tahun terakhir ini dilaporkan telah menewaskan setidaknya 7200 orang, termasuk 18 pendaki Everest.
Namun Nepal tampaknya ragu-ragu mengenai perlu atau tidaknya menutup Everest secara resmi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para pendaki membayar US$11 ribu untuk mendaki Everest dan 357 telah terdaftar untuk musim pendakian tahun ini.
"Pemerintah tidak akan secara resmi mengumumkan penutupan karena kita telah memberi izin kepada pendaki," kata Tulsi Prasad Gautam dari departemen pariwisata Nepal kepada Reuters.
"Rute ini masih rusak dan menurut para pendaki di base camp, rute tersebut tidak akan diperbaiki dalam waktu dekat. Terserah pada para pendaki dan penyelenggara yang berada di base camp untuk mengambil keputusan. Kami tidak meminta mereka untuk melakukan satu hal atau yang lain,” ujarnya.
Gautam, yang Kamis lalu mengatakan tim bisa memperbaiki rute melalui pecahan es Khumbu dalam seminggu, mengatakan pada Senin bahwa guncangan kecil masih terasa di Everest.
Sementara itu, tiga WNI yang dikabarkan mendaki Everest, Jeroen Hehuwat, Kadek Andana, dan Alma Parahita, masih belum bisa dihubungi hingga kini.
Menurut Kementerian Luar Negeri Indonesia yang menginisiasi pencarian WNI, seorang warga Swedia dikabarkan bertemu ketiganya di sebuah penginapan kaki Gunung Everest di Langtang.
Bach tengah bersiap untuk melanjutkan perjalanan ke Kyanjin Gompa ketika bertegur sapa dengan ketiga WNI tersebut. Dalam perbincangan tersebut, Jeroen bercerita bahwa ia dan kedua temannya dari Taruna Hiking Club tersebut akan kembali bermalam di hotel itu karena kondisi cuaca yang tidak kondusif untuk melanjutkan perjalanan.
"Itu adalah terakhir kalinya saya bertemu dengan mereka," ujar Bach merujuk pada pertemuannya dengan Jeroen, Alma, dan Kadek pada 24 April, seperti ditirukan Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhamad Iqbal.
(stu)