ISIS Klaim Serangan Terhadap Pengawal Presiden Tunisia

Denny Armandhanu/Reuters | CNN Indonesia
Kamis, 26 Nov 2015 09:58 WIB
ISIS mengklaim berada di balik serangan bunuh diri di Tunis, Tunisia, yang menewaskan 12 pengawal presiden.
Sedikitnya 12 orang tewas saat bom meledak di sebuah bus yang penuh dengan pasukan penjaga kepresidenan di Tunis, Tunisia. (Reuters/Zoubeir Souissi)
Jakarta, CNN Indonesia -- ISIS mengklaim berada di balik serangan bunuh diri di Tunis, Tunisia, yang menewaskan 12 pengawal presiden. Menyusul serangan tersebut, pemerintah Tunisia menerapkan keadaan darurat dan memperketat pengawasan di perbatasan.

Diberitakan Reuters, Rabu (25/11), Tunisia sebagai negara paling sekuler di Arab kerap menjadi target serangan militer setelah menegakkan demokrasi menyusul tergulingnya Zine Abidine Ben Ali dari kursi kepresidenan pada revolusi tahun 2011.

"Serangan ini adalah evolusi dari perilaku para teroris, kali ini mereka menyerang simbol negara di jantung ibukota," kata Perdana Menteri Tunisia Habib Essid kepada wartawan usai pertemuan keamanan darurat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam pernyataannya, ISIS mengklaim melakukan serangan tersebut. ISIS juga menyertakan foto pelaku pengeboman, seorang pria yang memakai surban, jubah putih dan bom bunuh diri, yang disebut bernama Abu Abdyllah Tounsi, diduga warga Tunisia. Simpatisan ISIS diperkirakan berkembang subur di wilayah timur Tunisia.

Ini adalah serangan terbesar ketiga yang terjadi di Tunisia tahun ini. Sebelumnya Juni lalu, militan membunuh 28 wisatawan asing di hotel pinggir pantai di Sousse, dan pada Maret 21 orang tewas dalam serangan di Museum Bardo, Tunis. ISIS mengklaim berada di balik dua serangan sebelumnya.

Pelaku dalam serangan kali ini meledakkan diri menggunakan bom plastik Semtex yang diduga berasal dari Libya.

Usai peristiwa ini, Presiden Tunisia Beji Caid Essebsi membatalkan lawatan ke Eropa dan menerapkan jam malam hingga Rabu pukul 5 pagi. Essebsi kembali menerapkan keadaan darurat selama satu bulan, yang memungkinkan pemerintah memiliki kekuatan eksekutif yang fleksibel, kewenangan aparat keamanan yang lebih luas dan membatasi beberapa hak sipil.

Tunisia juga akan menutup perbatasannya dengan Libya selama 15 hari dan merekruit tambahan pasukan keamanan hingga 6.000 orang. Polisi dan tentara terlihat berpatroli di kota Tunis, mendirikan pos pemeriksaan. Di bandara, hanya orang yang memiliki tiket pesawat boleh masuk ke kawasan itu. (den)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER