Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden China Xi Jinping disebut telah menangis empat kali sepanjang hidupnya. Sebuah propaganda Partai Komunis menjabarkan alasan-alasan mengapa pemimpin China menangis, semuanya demi meningkatkan citra pria yang akrab disebut "Xi Dada" atau "paman tua Xi" itu.
Seperti dikutip
Washington Post, artikel ini pertama kali dipublikasikan di akun WeChat yang khusus untuk para penggemar Xi. Sejak saat itu kisah tersebut ditulis ulang oleh berbagai media China, termasuk Xinhua dan CCTV.
Terakhir Xi menangis tahun 1985, artinya, sudah sekitar tiga dekade dia tidak meneteskan air mata.
Menurut artikel tersebut, Xi setidaknya sempat mengungkapkan kepada wartawan pada 2004 ihwal dua situasi saat dia menangis. Ketika itu, dia masih menjabat sekretaris partai di Provinsi Zhejiang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tangisan pertama Xi pecah saat kematian saudarinya. Menurut Xi, Saudarinya itu meninggal dibunuh Tentara Merah dalam Revolusi Budaya. Ini versi pemerintah, namun sejarawan kepada New York Times September tahun lalu mengatakan saudari Xi meninggal karena bunuh diri.
Situasi kedua Xi menangis adalah saat pergi meninggalkan Provinsi Shaanxi, yang merupakan tempat tinggalnya antara 1969 dan 1975, untuk belajar di Universitas Tsinghua, Beijing. Saat itu Xi yang berusia 16 tahun datang ke Shaanxi untuk belajar bertani dan menjalin persahabatan dengan para petani.
"Tubuh saya memang pergi, tapi hati saya tertinggal di sana," ujar Xi dalam artikel tersebut, menceritakan kehidupannya di Shaanxi.
Situasi ketiga yang membuat Xi menangis adalah saat dia harus berpisah dengan sahabatnya, seorang penulis bernama Jia Dashan. Xi pernah membuat tulisan sepanjang 3.200 kata untuk mengenang Jia yang meninggal tahun 1997.
Xi mengaku menangis saat harus berpisah dengan Jia karena harus bertugas di provinsi Fujian. Keduanya bersahabat saat Xi menjadi pejabat di Provinsi Hebei.
Tangisan lainnya, dalam pengakuan Xi tahun 2014, adalah ketika dia masih duduk di bangku sekolah. Dia mengaku menangis saat mendengar gurunya membacakan kisah soal pejabat partai komunis, Jiao Yulu, yang menjadi simbol kejujuran. Saat itu gurunya menangis, disusul oleh Xi dan kawan-kawannya.
Dalam tulisan di artikel itu, kisah-kisah tangisan Xi ini untuk menunjukkan bahwa pemimpin China itu siap "menangis untuk keluarga, sahabat dan pahlawan."
Propaganda semacam ini terbukti ampuh untuk beberapa kalangan di China. Komentar-komentar dukungan berdatangan untuk Xi.
"Presiden Xi memberikan kita iklim baru. Walau negara ini masih punya banyak masalah. Semua orang harus memberikan waktu, pemahaman dan dukungan lebih banyak, sembari meyakini ada hari esok yang lebih baik," tulis sebuah komentar di media sosial.
(den)