Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga intelijen domestik Jerman, BfV, membantah bahwa kepala BfV, Hans-Georg Maassen menyatakan kepada anggota parlemen Jerman bahwa tersangka utama serangan teror Paris, Salah Abdeslam memiliki dokumen tentang pusat penelitian nuklir Juelich di Jerman.
Informasi ini dilaporkan oleh media Jerman,
Redaktionsnetzwerk Deutschland (
RND) yang mengutip sejumlah sumber di komite parlemen yang menyatakan Maassen menyampaikan informasi ini kepada komite parlemen secara rahasia pada Maret lalu.
"Ini tidak benar. Kami tidak memiliki informasi tentang hal ini. Kepala kami, Maassen, tidak pernah berbicara dengan anggota parlemen [soal hal ini]," kata juru bicara BfV yang tak disebutkan namanya, Kamis (14/4).
Dalam laporan
RND disebutkan bahwa Maassen menyatakan kepada komite itu bahwa sejumlah artikel dari internet dan foto kepala Juelich, Wolfgang Marquardt, ditemukan di apartemen Abdeslam. Komite parlemen itu bertugas memantau kinerja dari sejumlah badan intelijen Jerman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Abdeslam, yang lahir dan besar di Belgia dari keluarga keturunan Maroko, ditangkap pada 18 Maret 2016 di Brussels, ibu kota Belgia. Empat hari setelah penangkapannya, sejumlah serangan bom bunuh diri terjadi di bandara Zaventem dan stasiun metro Molenbeek, menewaskan total 32 orang.
Pria berusia 26 tahun ini sekarang mendekam dalam tahanan di penjara Bruges sembari menunggu ekstradisi ke Perancis atas dugaan keterlibatannya dalam serangan teror di Paris pada 13 November 2015.
Informasi ini semakin meningkatkan kekhawatiran bahwa kelompok militan mungkin akan mengalihkan serangan mereka ke fasilitas nuklir.
Pusat penelitian nuklir Juelich, yang dekat dengan perbatasan Belgia, merupakan fasilitas yang menyimpan limbah atom. Dalam pernyataannya, fasilitas ini menyatakan bahwa tidak ada indikasi bahaya nuklir di sana dan mereka selalu berkordinasi dengan pihak keamanan dan pengawas nuklir.
Badan intelijen urusan luar negeri Jerman (BND) enggan memberikan komentar soal hal ini ketika dihubungi
Reuters.
(ama)