Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah bersatu Libya, yang didukung oleh PBB, mendesak faksi militer menghentikan sementara kampanye melawan ISIS di Sirte, sampai struktur komando militer terpadu dibentuk.
Desakan itu diajukan di tengah kabar bahwa faksi timur dan barat Libya tengah mempersiapkan serangan ke Sirte, meskipun operasi tersebut berulang kali diumukan dalam beberapa bulan terakhir, namun tak juga terlaksana.
ISIS mengambil alih Sirte sejak 2015, memanfaatkan ketidakstabilan keamanan karena konflik antar aliansi pasukan bersenjata yang bersekutu dengan pemerintah rival Libya untuk merebut wilayah seluas 250 kilometer di sekitar pusat kota Mediterania, yang berada di tengah kekuatan timur dan barat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Negara Barat berharap bahwa pemerintah bersatu Libya, yang berada di Tripoli bulan lalu, mampu bekerja sama dengan berbagai kelompok bersenjata yang bekerja sama melawan kelompok militan garis keras.
Sementara, Amerika Serikat sudah meluncurkan serangan udara melawan militan ISIS di Libya.
Pimpinan pemerintahan bersatu Libya, atau Dewan Kepresidenan pada Kamis (28/4) menyambut baik "dorongan dari berbagai kelompok dan angkatan bersenjata untuk melawan pasukan ISIS di Sirte, tetapi mengingatkan serangan yang tidak terkoordinasi dapat menyebabkan perang sipil."
"Dengan tidak adanya koordinasi dan kepemimpinan terpadu Dewan khawatir pertempuran di Sirte melawan Daesh (ISIS) akan menjadi konfrontasi antar berbagai kekuatan bersenjata," bunyi pernyataan Dewan Kepresidenan, sembari menambahkan bahwa konflik semacam itu justru akan menguntungkan ISIS.
"Dengan demikian, Dewan Kepresidenan, sebagai panglima tertinggi tentara, menuntut semua kekuatan militer Libya untuk menunggu hingga kepimpinan gabungan untuk operasi di Sirte dibentuk," bunyi pernyataan itu.
Sejak 2014, Libya memiliki dua pemerintahan rival yang berada di Tripoli dan timur. Keduanya didukung oleh koalisi kelompok militer yang berganti-ganti dan mantan pemberontak.
Pemerintah bersatu secara bertahap membangun pemerintahan di Tripoli, menggantikan pemerintahan terdahulu yang dibentuk di ibu kota.
Tapi pemerintahan bersatu gagal mengamankan suara persetujuan dari parlemen timur, atau DPR, di tengah penentangan dari sekutu garis keras Khalifa Haftar, komandan militer timur.
(ama)