Menilik Perancis di Tangan Emmanuel Macron

CNN Indonesia
Senin, 08 Mei 2017 07:00 WIB
Emmanuel Macron berhasil memenangkan Pilpres 2017 mengalahkan rivalnya, Marine Le Pen. Di usianya yang 39 tahun, dia adalah Presiden Perancis termuda.
Emmanuel Macron terpilih menjadi Presiden Perancis periode 2017-2022. (REUTERS/Benoit Tessier)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemilu Perancis kali ini dianggap menjadi yang paling menarik dan krusial bagi warga negara di Eropa Barat itu. Skema persaingan antara politikus berhaluan sentris-kanan dan kaum sosialis yang mewarnai pemilu sejak 1950an tak lagi berlaku tahun ini.

Perlombaan menuju Istana Elysee tahun ini, menyodorkan dua pilihan bertolak belakang, antara calon pemimpin berhaluan tengah/sentris yang pro-Eropa, Emmanuel Macron, atau politikus ekstrem kanan yang anti-globalisasi dan anti-Eropa, Marine Le Pen.

Kedua kandidat itu membuat masa depan Perancis terbelah, antara menjadi negara proteksionis atau negara yang terus membuka diri dengan blok kawasan Uni Eropa, di tengah tingginya tingkat pengangguran, pertumbuhan ekonomi negara yang lesu, dan sejumlah isu keamanan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Memenangi pemilu, Emmanuel Macron, eks penasihat ekonomi Presiden Francois Hollande 2014 lalu itu, dituntut membawa negaranya keluar dari krisis ekonomi dan sosial yang selama ini membuat publik Perancis frustasi bahkan dinilai terpecah.

Macron, yang selama ini tak pernah memegang jabatan secara terpilih, menjanjikan perubahan, khususnya revolusi ekonomi dan moral baru dalam perpolitikan Perancis.


Emmanuel Macron dianggap bisa membawa perubahan besar dalam perpolitikan Perancis juga dunia.Emmanuel Macron dianggap bisa membawa perubahan besar dalam perpolitikan Perancis dan memperkuat posisi negaranya di Uni Eropa. (CNN Indonesia/Asfahan Yahsyi)
Semasa kampanye, Macron, menggaungkan cita-citanya untuk merevolusi ekonomi Perancis menjadi lebih bersahabat lagi. Dia juga berniat menegaskan keanggotaan Perancis di Uni Eropa, mempererat integrasi antar sesama negara blok tersebut, dan memperkuat nilai mata uang euro.

Karena itu, dengan kemenangan Macron, status Perancis sebagai salah satu negara paling berpengaruh di Uni Eropa terbilang aman, bahkan bisa jadi semakin kuat.

Di awal gerakan En Marche!-nya terbentuk, Macron bertekad menyatukan kaum sayap kanan dan kiri di Perancis. Dia menganggap, setiap orang dan pihak, memiliki peran masing-masing dan kepentingan terkait kesuksesannya.

Kampanye partainya selama ini memiliki moto “kita” yang sangat menjunjung tinggi kebersamaan, serupa dengan slogan “Yes, We Can” yang menyukseskan Barack Obama menjadi presiden Amerika Serikat.

Namun, sejumlah analis menganggap, kemenangan Macron tak serta-merta membuat kehidupan politiknya di Istana Elysee, mudah, khususnya ketika berhadapan dengan parlemen.

Macron memang berhasil menunjukkan bahwa tanpa ‘bekingan’ partai-partai mapan, dia -sebagai politikus yang baru terjun 2014 lalu- sanggup memenangi pemilu. Namun, usai pemilu, hal itu tak ada artinya lagi.

Perjuangan Merebut Dukungan Parlemen

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER