Anggota parlemen Konservatif, Jonathan Djanogly, juga buka suara. Ia mendesak rekan-rekannya untuk memberi dorongan keras kepada Johnson.
"Nilai-nilai dan etika benar-benar penting dan Inggris layak mendapat yang lebih baik," kata dia di Twitter.
Mayoritas publik Inggris berpikir Johnson harus mengundurkan diri. Jajak pendapat YouGov menunjukkan 69 persen warga Inggris sepakat Johnson harus mengundurkan diri, sementara 18 persen meminta ia tetap bertahan, demikian dikutip Washington Post.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski desakan mundur mengitari Johnson, ia tetap enggan melakukannya.
"Tugas perdana menteri dalam situasi sulit ketika Anda telah diberi mandat yakni untuk terus bekerja, dan itu yang akan saya lakukan," kata Johnson di depan parlemen pada Rabu (6/7), dikutip AFP.
Sebelum insiden pengunduran ini mencuat, Johnson telah menghadapi mosi tidak percaya pada Juni lalu.
Mosi itu digelar usai krisis ekonomi membayangi Inggris. Namun, ia masih memiliki dukungan di pemerintahan. Tercatat 211 mendukung Johnson, dan sebanyak 148 memilih agar dia lengser.
Menurut aturan di Inggris mosi tidak percaya hanya bisa dilakukan usai tiga bulan dari mosi sebelumnya.
Namun menurut sumber, Johnson bisa saja menghadapi mosi tidak percaya awal pekan depan, setelah parlemen mengubah aturan sehingga bisa mengizinkan pelaksanaan itu.
Beberapa orang bertanya-tanya, apakah Johnson bisa menopang posisinya meski pemilihan umum digelar lebih awal mengingat sejumlah skandal yang pernah membelitnya.
Beberapa skandal di antaranya pejabat senior di kabinet Johnson, Chris Pincher, yang melakukan pelecehan seksual pada 2017 lalu.
Namun, alih-alih dicoret dari jabatan pemerintahan ia malah masuk kembali di kabinet Johnson pada 2019.
Tindakan pelecehan seksual juga dilakukan anggota parlemen, Imran Ahmad Khan, dan Neil Paris. Mereka berdua pada akhirnya mengundurkan diri.
Lalu pada 2021 lalu, saat Johnson dan istrinya, Carrie Johnson, membayar denda karena menghadiri pesta, yang secara langsung melanggar lockdown Covid-19.
Ia juga disebut melakukan pemborosan anggaran dengan merenovasi apartemennya di Downing Street pada Mei lalu. Biaya renovasi tersebut mencapai sekitar Rp2 miliar.
(bac)