Baru-baru ini, Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, marah dan mengancam bakal memberikan "konsekuensi" setelah Arab Saudi dan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC+) memutuskan mengurangi produksi minyak.
"Saya tak akan membicarakan apa yang saya pertimbangkan dan apa yang saya pikirkan. Namun akan ada, akan ada konsekuensi," kata Biden ketika diwawancara CNN.
Lihat Juga : |
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagaimana diberitakan AFP, 13 negara yang tergabung dalam OPEC dan sepuluh negara aliansi mereka yang dipimpin Rusia memutuskan untuk mengurangi produksi minyak hingga dua juta barel per hari mulai November.
Keputusan tersebut menuai amarah Amerika Serikat dan berpotensi meningkatkan risiko kenaikan harga bensin.
Bahkan, Kepala Komite Senat urusan Hubungan Luar Negeri AS, Bob Menendez, berpendapat bahwa Arab Saudi lebih memilih Moskow ketimbang Washington.
"Selama bertahun-tahun kami mencoba berbagai cara, mengingat Arab Saudi menewaskan jurnalis, terlibat dalam represi politik besar, untuk satu alasan, kami ingin mengetahui bahwa saat situasi memburuk, saat terjadi krisis global, Saudi bakal memilih kami ketimbang Rusia," kata Menendez.
"Namun, ternyata tidak. Mereka memilih Rusia," lanjutnya.
Sementara itu, dosen kajian ketahanan nasional dan kajian stratejik intelijen Universitas Indonesia, Margaretha Hanita, berpendapat bahwa tindakan AS untuk meminta OPEC memproduksi lebih banyak minyak merupakan metode perang hibrida.
"Sanksi-sanksi ekonomi dan keuangan terhadap negara musuh, termasuk misalnya AS menekan OPEC agar memproduksi lebih banyak minyak karena krisis minyak akibat invasi Rusia ke Ukraina bisa digolongkan sebagai metode perang hibrida," kata Hanita ketika diwawancara CNNIndonesia.com, Rabu (12/10).
Menurut Hanita, tekanan Washington kepada OPEC untuk menambah produksi merupakan bagian dari perang hibrida.
"Tujuannya agar harga minyak dan gas [migas] melemah dan Rusia tidak menggunakan kekuatan migas untuk menangkal sanksi Barat, sehingga bisa memenangkan invasinya di Ukraina," tutur Hanita.
Lanjut baca di halaman berikutnya...