Jakarta, CNN Indonesia -- Keluarga membantah kabar jenazah Hindun, warga Karet, Setiabudi, Jakarta Selatan, tak disalatkan di musala lantaran ditolak oleh warga. Jenazah memang disalatkan di rumah karena mempetnya waktu pemakaman. Warga sekitar juga turut membantu dari mulai memandikan hingga memakamkan jenazah.
Putri Hindun, Sunengsih (46) mengatakan, dirinya tidak pernah memberikan keterangan ke media bahwa jenazah ibunya tidak dimandikan, disalatkan atau tidak diurusi warga sekitar.
"Yang diberitakan saya bilang tidak dimandikan, tidak disalatkan, tidak diurus saya tidak pernah bilang seperti itu, cuma masalah tempat," kata Sunengsih di kediamannya di kawasan Setiabudi, Senin (13/3).
Hindun meninggal pada Selasa (7/3) lalu sekitar pukul 14.00 WIB. Saat itu beredar kabar pengurus Musala Al-Mu'minun di lingkungan tersebut, menolak untuk menyalatkan jenazah Hindun. Pasalnya ia adalah salah satu warga yang ditengarai ikut memilih Basuki Tjahaja Purnama dalam Pilkada putaran pertama lalu.
Sementara itu ketua rukun warga setempat, Ishak Rizal mengatakan, karena meninggal pukul 14.00 WIB, jenazah harus selekasnya dimakamkan sebelum gelap. Hanya tersisa waktu sekitar empat jam sebelum layanan pemakaman umum tutup.
Ishak mengatakan, jika lewat dari pukul 18.00 WIB, tak ada lagi tukang gali kubur yang bersedia membantu.
Keluarga menurutnya memang sejak awal ingin disalatkan di musala. Namun atas saran tokoh agama setempat, waktu tidak cukup karena harus mengumpulkan orang lebih dulu jika jenazah akan disalatkan musala.
"Dari ambulans juga telepon terus, waktu sudah setengah lima, kalau sampai jam enam enggak dikubur, tukang galinya enggak ada, akhirnya mereka (keluarga) juga setuju," kata Ishak.
Ishak juga membantah kabar yang menyebut bahwa warga setempat tidak mau mengurusi jenazah nenek Hindun. Menurutnya, warga setempat ikut gotong royong membantu pengurusan jenazah, mulai dari proses memandikan jenazah hingga menguburkan.
Jika tidak ada bantuan warga, kata Ishak tidak mungkin dalam waktu singkat jenazah bisa dimakamkan.
Ishak juga menepis kabar bahwa keluarga Hindun tidak diberikan santunan dari RW. "Dari RW sudah kebiasaan. Mau siapa, suku apa, agama apa pasti akan diberikan santunan, sudah kesepakatan," katanya.
Salah satu tetangga keluarga Hindun, Ashanah, berharap proses pengurusan jenazah Hindun dikaitkan dengan pilkada. Wanita 65 tahun ini mengatakan, pilihan dalam bilik suara menjadi urusan masing-masing orang.
"Pilihan enggak masalah, itu masing-masing, namanya orang memilih
kan rahasia, masalah kecil jangan dibesar-besarkan," kata Ashanah.
Ashanah mengatakan warga setempat selalu bergotong royong kalau ada warga yang meninggal. Namun, saat Hindun meninggal, memang merupakan waktu di mana mayoritas warga masih berada di tempat kerja.
"Karena enggak ada yang gotong ke musala ya sudah di rumah saja, karena masih banyak yang kerja. Kalau mungkin dimakaminnya besok dan siang pasti banyak yang datang," kata Ashanah.