Jakarta, CNN Indonesia -- Sabtu (25/10) petang, DPR RI telah merampungkan beberapa catatan berupa rekomendasi atas perubahan nomenklatur kementerian yang diajukan Presiden Joko Widodo. Rekomendasi yang ditandatangani Ketua DPR Setya Novanto tersebut resmi diserahkan kepada Presiden Joko Widodo, Minggu sore (26/10) untuk menjadi bahan pertimbangan Jokowi dalam merumuskan kabinet.
Berikut ringkasan nomenklatur DPR RI yang didapatkan dari Juru Bicara Ketua DPR RI Nurul Arifin:
Dengan mempertimbangkan dan menghargai hak prerogatif presiden dalam membentuk kementeriannya, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dan peraturan perundang-undangan lainnya dalam rangka menyelenggarakan fungsi pemerintahan sebagaimana diamanatkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pokok rekomendasi pertama yang disoroti DPR RI adalah terkait penggabungan dan pemisahan kementerian di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dalam rekomendasi resminya, DPR berpandangan penggabungan ini membuat situasi yang rumit bertambah rumit. Ketidakjelasan di publik tentang penjelasan atas nomenklatur kementerian ini telah menciptakan kekhawatiran. Persoalan tata kelola hutan salah satunya dipengaruhi oleh menumpuknya wewenang di Kementerian Kehutanan selama ini.
Pengurusan hak atas tanah di kawasan hutan (tenurial), pemanfaatan hutan (hutan tanam industri, logging dan perhutanan sosial), konservasi dan pengawasan dan pengamanan kawasan hutan yang ada di Kemenetrian Kehutanan selama ini telah gagal. Hutan lindung dikonversi tanpa memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan, taman nasional rusak, kawasan HTI (Hutan Tanaman Industri) terbakar, konflik dengan masyarakat dan deforestasi berlanjut.
Penggabungan ini, disebutkan dalam rekomendasi DPR RI, tidak memberikan indikasi adanya distribusi kewenangan melainkan memperbesar kewenangan. Adanya asumsi bahwa lingkungan hidup akan menjadi arus utama sangat layak diragukan karena yang berpotensi terjadi arus utama kehutanan di lingkungan hidup yang akhirnya jebakan persoalan lingkungan hidup di Indonesia adalah persoalan kehutanan.
Terkait penggabungan Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, DPR berpandangan kedua kementerian tersebut sebaiknya tetap terpisah. Masalah lingkungan hidup meliputi semua sektor. Kebijakan di sektor kehutanan tidak menjawab persoalan lingkungan hidup dalam arti luas. Dengan demikian DPR berpendapat nomenklatur kedua kementerian tersebut tetap seperti semula yaitu:
1. Kementerian Kehutanan.
2. Kementerian Lingkungan Hidup.
Mempertimbangkan dan menghargai hak prerogatif presiden dalam membentuk kementeriannya, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dan peraturan perundang-undangan lainnya dalam rangka menyelenggarakan fungsi pemerintahan sebagaimana diamanatkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Tentang penggabungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perumahan Rakyat, DPR berpandangan rencana tersebut harus sejalan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Rencana tersebut harus memastikan pelayanan infrastruktur wilayah, infrastruktur permukiman, dan kawasan perumahan secara keruangan menjadi terpadu sesuai daya dukung dan daya tampungnya. Mempertimbangkan dan menghargai hak prerogatif presiden dalam membentuk kementeriannya, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dan peraturan perundang-undangan lainnya dalam rangka menyelenggarakan fungsi pemerintahan sebagaimana diamanatkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Mengenai pengubahan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menjadi Kementerian Pariwisata, DPR berpendapat bahwa secara konseptual ekonomi kreatif tidak saja terkait sektor pariwisata, melainkan memiliki keterikatan dengan kebijakan dan program-program sektor yang lebih luas seperti sektor-sektor ketenagakerjaan, perindustrian, koperasi, investasi, usaha mikro kecil dan menengah, pendidikan luar sekolah, dan sektor-sektor lainnya. Berikut ringkasan nomenklatur perubahan DPR RI kedua atas pengubahan dua kementerian, yakni Kementerian Pendidikan, serta Kementerian Ristek menjadi Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar, dan Menengah; serta kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
DPR berpandangan mengenai pengubahan ini sebagai berikut:
Pertama, rencana memisahkan kebudayaan dan riset, berpotensi menghapuskan esensi senyawa kebudayaan di dalam riset, teknologi dan pendidikan tinggi. Padahal kebudayaan sangat diperlukan mendorong lahirnya inventor dan inovator asli Indonesia.
Kedua, pendidikan Indonesia ke depan haruslah melahirkan sumber daya manusia yang tidak saja unggul dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga mempunyai kepribadian nasional yang kompettif secara global. Perlu dipertimbangkan agar kebudayaan harus melekat dalam semua proses dan jenjang pendidikan nasional.
Perlu diperhatikan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur jenjang pendidikan mencakup pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, pendidikan formal maupun informal serta tenaga pendidik. Perlu dipertimbangkan pengelolaan alokasi anggaran pendidikan 20 persen sebagaimana telah ditentukan di dalam Pasal 31 ayat 4 UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 jika dilakukan pemisahan kementerian tersebut.
DPR berpendapat bahwa nomenklatur kementerian tetap seperti nomenklatur saat ini yaitu:
1. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
2. Kementerian Riset dan Teknologi. Mengenai pengubahan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal menjadi dua kementerian dengan sebutan Kementerian Tenaga Kerja; dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, DPR berpendapat rencana tersebut perlu dilaksanakan secara terpadu.
Keterpaduan diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas sumber daya yang tersedia untuk memaksimalkan pelayanan publik. Dengan pandangan itu, DPR sejalan dengan rencana Presiden, sehingga nomenklatur kedua kementerian menjadi:
1. Kementerian Tenaga Kerja.
2. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Tentang pengubahan Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat menjadi Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, DPR berpandangan rencana tersebut sebaiknya ditinjau kembali. Menurut Dewan Kesejahteraan Rakyat bersifat holistik, terpadu, dan luas. Dengan demikian DPR berpendapat nomenklatur untuk kementerian ini adalah Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat.
Meskipun merupakan hak prerogatif Presiden, namun rencana tersebut harus dikaji secara mendalam dan komprehensif. Pertama, aspek biaya berdasarkan money follows function. Kedua, aspek program berdasarkan action follows policy. Ketiga, aspek efisiensi dan efektivitas, cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas, kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas, dan/atau perkembangan lingkungan global. Keempat, implikasi anggaran, khususnya anggaran tahun 2014.
Atas dasar itu, DPR meminta agar pengubahan kementerian tidak menghambat proses kerja instansi pemerintah sehingga penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan terhadap masyarakat tetap berjalan efektif.