Jakarta, CNN Indonesia -- Organisasi penggiat isu humanitarian dan hak asasi manusia (HAM) mendesak Presiden Joko Widodo untuk memilih Jaksa Agung yang berani menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat. Sebab, hingga saat ini kasus-kasus HAM yang ditangani oleh Kejaksaan Agung selalu terbengkalai dan tidak jelas nasibnya.
"Isu yang terbengkalai di Kejagung adalah isu pelanggaran HAM berat. Banyak yang mandeg karena Jaksa Agung sebelumnya tak punya keberanian menindak pihak yang bertanggungjawab," kata Ismail Hasani selaku Direktur Penelitian SETARA Institute dalam diskusi di Kantor Setara, Jakarta Pusat, Rabu (5/11).
Menurut Ismail nama-nama calon Jaksa Agung yang beredar di publik sekarang memiliki rekam jejak yang berorientasi kepada pemberantasan korupsi dan tidak HAM. Padahal, dia mengatakan yang memiliki otoritas untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat hanyalah Kejagung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau Presiden memilih nama yang beredar sekarang, kasus HAM akan terus terbengkalai karena mereka tak punya rekam jejak tangani kasus HAM," katanya.
Sejumlah nama kandidat Jaksa Agung sudah beredar di masyarakat seperti anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari partai Nasional Demokrat M. Prasetyo (67), Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan M. Yusuf (52), Wakil Jaksa Agung pelaksana tugas Jaksa Agung Andhi Nirwanto (58) dan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Widyo Pramono (57).
Ismail menilai Jaksa Agung yang baru nanti harus orang yang berani menyelesaikan isu pelanggaran HAM berat dan tidak hanya semata-mata mengedepankan isu pemberantasan korupsi.
"Yang terpenting Jaksa Agung mesti punya nyali," ujarnya.
Memilih Calon EksternalSementara itu, Ketua SETARA Hendardi mengatakan ada kecenderungan Kejagung untuk memilih Jaksa Agung dari kalangan internal. Alasannya, Jaksa Agung dari kalangan internal akan lebih bisa memahami masalah-masalah yang ada di institusi penegak hukum tersebut.
Namun, Hendardi menilai Jaksa Agung yang baru lebih baik dipilih dari kalangan eksternal. "Internal adalah bagian dari masalah. Hampir tidak mungkin sapu kotor membersihkan lantai kotor," ujarnya.
Dia mengungkapkan saat ini terjadi kebuntuan dalam penyelesaian masalah HAM di Kejagung. Menurutnya, untuk mengatasi itu dibutuhkan perubahan, dan perubahan itu sulit diharapkan dari kalangan internal.
Hendardi kemudian mencontohkan Baharuddin Lopa sebagai contoh Jaksa Agung yang memberikan gebrakan hukum dalam institusi Kejagung. Lopa juga dinilai mampu memberikan ancaman tegas bagi mereka yang melakukan penyimpangan.
"Intinya, jangan takut memilih Jaksa Agung dari eksternal,"kata dia menegaskan.