HARGA BBM

Dukungan 'Lawan' untuk Kebijakan BBM Jokowi

CNN Indonesia
Kamis, 06 Nov 2014 08:52 WIB
Ketua DPR Setya Novanto, yang juga anggota koalisi Prabowo, mendukung rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Sebaliknya, kader-kader PDIP justru menentang.
Ketua DPR Setya Novanto yang berasal dari Koalisi Merah Putih mendukung rencana pemerintah Jokowi menaikkan harga BBM. (Antara/Andika Wahyu)
Jakarta, CNN Indonesia -- Angin segar bertiup dari Senayan ke Istana. Ketua DPR Setya Novanto mendukung rencana pemerintah Joko Widodo menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi di tengah penolakan kader-kader PDIP terhadap kebijakan tak populis tersebut.

“Buat saya, yang penting bagaimana pengalokasian dana tersebut,” kata Setya di gedung DPR, Jakarta, Rabu (5/11). Selama alokasi dana subsidi BBM dialihkan untuk sektor pendidikan, kesehatan, dan hal-hal lain yang terkait langsung dengan kesejahteraan rakyat, kenaikan harga BBM bukan soal bagi Setya.

Ucapan Setya yang 'ramah' ini bertolak belakang dengan sejumlah kader PDIP yang bereaksi keras terhadap rencana kenaikan harga BBM dalam waktu dekat. “Lagu lama kaset baru. Alasan tak beranjak meski pemerintahan berganti,” kata politikus PDIP Rieke Diah Pitaloka. Menurutnya, tak ada situasi mendesak yang membuat Jokowi perlu menaikkan harga BBM.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kritik pedas juga dilontarkan Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP Effendi Simbolon. Lucunya, ia tak menyebut langsung nama Jokowi dalam melempar kritik, melainkan nama Wakil Presiden Jusuf Kalla. “Nafsu banget Pak JK. Apa beliau tak melihat situasi dan kondisi sekarang? Baru seminggu dilantik saja sudah bikin heboh. Apa dengan menaikan harga BBM Rp 3.000, rakyat bisa makmur?” ujar dia.

Ketua DPP PDIP lainnya, Hendrawan Supratikno, juga tak mendukung kenaikan harga BBM. Ia justru mengatakan paham dengan rekan-rekan partainya yang tak sepakat dengan kebijakan Jokowi soal BBM. “Ini bukan penolakan membabi-buta, tapi karena belum ada klarifikasi detail dari pemerintah ke publik. Jokowi juga belum memberikan penjelasan ke fraksi,” kata Hendrawan.

Hingga saat ini, ujar Hendrawan, partai belum mengeluarkan instruksi tegas apakah setuju atau tidak dengan kenaikan harga BBM. Apa yang terjadi di PDIP tentu berbanding terbalik dengan Demokrat yang selalu mendukung kebijakan Susilo Bambang Yudhoyono ketika memerintah.

Keanehan ini pun dikomentari oleh politikus Demokrat Ruhut Sitompul. Dia meminta PDIP cepat belajar menjadi partai penguasa agar tak menyulitkan Jokowi. Menurut Ruhut, posisi PDIP saat ini ibarat buat simalakama. Bila partai itu setuju dengan kenaikan harga BBM, maka akan diprotes rakyat. Namun bila tak setuju, maka jelas tak elok karena berseberangan dengan Jokowi –kader mereka di kursi RI 1.

Ruhut pun mengimbau PDIP untuk bersikap tegas dan tidak berseberangan dengan pemerintah. “Memang PDIP harus belajar penjadi partai penguasa. Harus belajar cepat,” katanya lagi.

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pun belum memberikan pernyataan resmi terkait tarik-menarik di internal partainya soal kebijakan harga BBM. “Tidak ada relevansinya dengan saya,” kata Mega singkat, Rabu (5/11).

Bungkamnya Megawati ini kontras dengan ucapannya Agustus lalu, tak lama setelah Jokowi bertemu SBY di Bali dan meminta SBY menaikkan harga BBM di akhir masa pemerintahannya. Ketika itu Mega menyatakan kenaikan harga BBM tak terelakkan dan pemerintahan Jokowi tak bakal bisa menahan kenaikan harga BBM karena APBN mengalami defisit. “Kami sudah melakukan kalkulasi nyata,” kata dia (28/8).

Legislator NasDem yang juga pakar migas, Kurtubi, melihat diamnya Megawati saat ini bisa menjadi preseden buruk. Anggota Koalisi Indonesia Hebat itu mengimbau Jokowi untuk tak menaikkan harga BBM sebelum PDIP dan partai-partai mitra koalisinya satu suara. “Jika dipaksakan, bisa jadi perpecahan buat PDIP,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Populi Center, Nico Harjanto, menyarankan agar Jokowi meningkatkan komunikasi dengan partai-partai pendukungnya di parlemen agar kebijakan pemerintah mendapat dukungan bulat dari Koalisi Indonesia Hebat.

Didukung koalisi lawan tapi ditentang koalisi sendiri, tentu janggal bagi pemerintah Jokowi.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER