Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Bantuan Hukum Jakarta mengkritik langkah pemerintah untuk memberikan pembebasan bersyarat kepada Pollycarpus Budihari Priyanto, terpidana kasus pembunuhan Munir Said Thalib. Direktur LBH Jakarta Febi Yonesta mengatakan pembebasan bersyarat merupakan hak terpidana namun bukan berarti keputusan tersebut bersifat absolut.
"Dalam memberikan pembebasan bersyarat mesti diperhatikan syarat substantif," kata Febi kepada CNN Indonesia, Senin (1/12) malam.
Syarat substantif tersebut, katanya, seperti tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan rasa keadilan masyarakat sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 juncto Peraturan Menteri Hak Asasi Manusia Nomor M.2.PK. 04-10 Tahun 2007.
Febi menilai pembebasan bersyarat Pollycarpus sebagai bentuk ketidakseriusan pemerintah dalam menjaga demokrasi dan hak asasi manusia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemerintah tidak becus mengungkap tragedi pembunuhan Munir," kata dia. (Baca juga:
DPR Tuntut Penjelasan Pembebasan Pollycarpus)
Menurutnya, Pollycarpus tidak layak mendapatkan pembebasan bersyarat karena selain bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat juga Pollycarpus tidak berperan sedikit pun dalam membantu mengungkap dalang pembunuhan aktivis HAM Munir.
Muhamad Isnur, Kepala Bidang Penanganan Kasus LBH Jakarta, mengatakan Menteri Hukum dan HAM telah bertindak sewenang-wenang serta melukai nilai keadilan di masyarakat dengan memberikan pembebasan bersyarat kepada Pollycarpus.
"Pada putusan PK yang diajukan penuntut umum. Majelis hakim bahkan sudah mempertimbangkan tindakan Pollycarpus suatu perbuatan keji dan merupakan perbuatan yang memalukan Indonesia di muka dunia terkait penegakan HAM," kata dia.
Isnur kemudian menekankan pemerintah harus serius mengungkap kasus pembunuhan Munir dengan mencari siapa dalang pembunuhan tersebut.
"Oleh karena itu kami mendesak LBH Jakarta untuk mencabut pembebasan bersyarat Pollycarpus karena dilakukan tidak memperhatikan keseimbangan kepentingan umum dan keadilan masyarakat," ujar dia.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Handoyo Sudrajat sebelumnya mengatakan, Pollycarpus dibebaskan karena sudah memenuhi syarat administratif dan substantif.
Sejak divonis pada Desember 2005, Polly sudah menjalani lebih dari separuh masa tahanan. Dia diganjar 14 tahun penjara dan sudah mejalani 8 tahun 11 bulan hidup di dalam penjara.
Handoyo enggan menanggapi kiritikan para pegiat HAM terkait pembebasan bersyarat yang diberikan kepada Polly. "Saya hanya menjalankan undang-undang," katanya.