Jakarta, CNN Indonesia -- Pembebasan bersyarat yang diterima Pollycarpus Budihari Priyanto terpidana pembunuh aktivis Hak Asasi Manusia Munir Said Thalib memunculkan kritik dari banyak pihak. Al Araf selaku Direktur Program Imparsial mempertanyakan keterlibatan lembaga pemerintah dalam kematian Munir.
"Pembunuhan Munir, kan, terjadi pada 2004. Dugaan kuatnya Badan Intelijen Negara (BIN) terlibat. Nah, dugaan itu apa berhenti hanya di BIN atau ada lembaga lain yang lebih tinggi," kata Al Araf dalam konferensi pers di Gedung Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta), Rabu (3/12).
Al Araf kemudian mengatakan sampai saat ini pertanyaan dari banyak kalangan tersebut belum terjawab dan dijawab pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia kemudian mengatakan hal tersebut penting dituntaskan karena munculnya dugaan adanya dukungan sistematis yang dilakukan pemerintah dalam pembunuhan aktivis yang pernah bekerja di Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) tersebut juga pembebasan Pollycarpus.
"Ini, kan orang-orangnya yang berkuasa hampir sama semua rezimnya. Secara politik, bisa dilihat permainan kepentingan penguasa ini," kata Al Araf menjelaskan.
Dia lantas menyampaikan Munir sendiri terbunuh pada 2004 silam di atas pesawat Garuda yang terbang menuju Belanda semasa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri.
Sementara itu, pembebasan bersyarat atas Pollycarpus dikeluarkan di awal pemerintahan Presiden Joko Widodo, yang merupakan kandidat dari partai yang sama dengan Megawati, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
"Kesamaan ini yang menimbulkan kecurigaan kami," ujar dia.
Sementara itu, Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) akan memberikan somasi terkait pembebasan bersyarat Pollycarpus pada Presiden Jokowi dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada Kamis (4/12).
"Jika tidak ada respon pemerintah selama tujuh hari ke depan, kami berjanji akan membawa persoalan ini ke ranah hukum," kata Novia Astriami selaku koordinator KASUM.
Sebelumnya, Pollycarpus dibebaskan oleh pemerintah pada Jumat (28/11) setelah ditahan selama 8 tahun 11 bulan sejak vonis dibacakan pada 20 Desember 2005. Pollycarpus sendiri divonis hukuman 14 tahun penjara namun mendapatkan 11 kali remisi dengan total korting masa pidana 42 bulan atau 3 tahun 6 bulan.
Wakil Presiden Jusuf Kalla merespon pembebasan tersebut dengan mengatakan pembebasan Pollycarpus sudah sesuai dengan hukum dan Undang-Undang yang berlaku.
"Putusan pengadilan tersebut diambil berdasarkan Undang-Undang. Hak Asasi Manusia itu, antara lain, syaratnya sesuai UU juga," kata JK di Kantor Wapres, Jakarta, Senin (1/12).