Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi kembali mengembangkan penyelidikan kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Kali ini, KPK memanggil mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Laksamana Sukardi untuk dimintai keterangan.
Wakil Ketua KPK Zulkarnain mengatakan pemanggilan Sukardi diperlukan untuk mendalami kasus dari sudut pandang seorang ahli. Sebagai mantan Menteri BUMN Kabinet Gotong Royong era pemerintahan Megawati Soekarnoputri, Sukardi dinilai punya peran dalam memberikan masukan terhadap kebijakan turunnya SKL.
Zul tidak menampik, penyelidikan kasus BLBI hingga kini terlunta-lunta karena lamanya rentang waktu yang dibutuhkan untuk mendalami penyelidikan. Kini penyelidikan itu kembali digelar untuk menelusuri dugaan korupsi di balik kebijakan SKL BLBI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kasusnya kan sudah lama sehingga ada banyak hal yang perlu didalami, termasuk juga pendapat ahli," kata Zul melalui pesan singkat, Rabu (10/12).
Pendalaman kasus BLBI dinilai rumit karena berkaitan dengan instrumen dan kebijakan perbankan. Menurut Zul, keterangan Sukardi dibutuhkan untuk mengurai mekanisme kebijakan SKL BLBI.
"Kasusnya kan sulit, terkait perbankan, bantuan lunak BI, juga berkaitan dengan kredit-kredit dan penyelesaannya," ujar Zul.
Sebelumnya, Sukardi pun telah dimintai keterangan terkait penyelidikan SKL BLBI pada 11 Juni 2013. Ketika itu dia mengaku ditanya mengenai masalah obligor BLBI dan sidang kabinet.
KPK menduga ada masalah dalam proses pemberian SKL untuk beberapa obligor BLBI. Dalam proses itu, ada dugaan para obligor tidak memenuhi kewajibannya namun tetap mendapat SKL. SKL itu dikeluarkan pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri berdasarkan Inpres Nomor 8/2002 dan Tap MPR Nomor 6 dan 10.
Berkaitan dengan penyelidikan kasus ini, KPK menyatakan telah melayangkan permintaan cegah kepada Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM atas nama Lusiana Yanti Hanafiah yang berasal dari swasta. Dia dicegah sejak 4 Desember 2014 untuk jangka waktu enam bulan.