Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mendalami kasus tukar guling hutan di kawasan Bogor, Jawa Barat. Dalam pengembangan penyidikan, KPK memanggil pelaksana tugas khusus panitera muda Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Susilo Nandang Bagio, pada Jumat (11/12) ini.
Belum diketahui jelas kaitan Susilo dengan kasus yang menyeret Bos Sentul City, Kwee Cahyadi Kumala. Namun, Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK menegaskan keterangan Susilo dibutuhkan sebagai kesaksian dugaan suap rekomendasi hutan Bogor.
"Yang bersangkutan dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai saksi," kata Priharsa saat dikonfirmasi, Jumat, di KPK. Selain Susilo, ujarnya, KPK juga turut menjadwalkan pemeriksaan terhadap adik tersangka, Kwee Riyandi Kumala alias Allen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ini bukan pertama kalinya KPK memeriksa Susilo dalam pengembangan penyidikan. Susilo sebelumnya juga pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap hakim dalam penanganan perkara korupsi dana Bantuan Sosial di Pemerintah Kota Bandung, Jawa Barat.
Penanganan perkara korupsi dana Bansos Pemkob Bandung telah menjerat bekas Hakim Adhoc PN Tipikor Ramlan Comel sebagai tersangka. Terbukti bersalah, Ramlan lantas divonis 7 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung pada sidang putusan, Selasa (9/12).
KPK menetapkan Cahyadi sebagai tersangka setelah mendapat informasi petinggi PT Bukit Jonggol Asri itu berupaya merintangi penyidikan dan memengaruhi para saksi di persidangan. Surat perintah penyidikan akhirnya dikeluarkan pada 26 September, empat hari sebelum dia dijemput paksa.
Cahyadi tersangkut kasus tukar guling hutan Bogor karena diduga menyuap bekas Bupati Bogor Rahmat Yasin untuk mewujudkan ambisinya. Ijon itu diserahkan kepada Rahmat untuk mempercepat terbitnya rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan atas nama PT BJA seluas 2.754 hektar. Pembebasan ribuan hektare lahan kawasan hutan diperlukan sebagai syarat pemanfaatan lahan 30 ribu hektar, Kota Mandiri.
Hingga kini Cahyadi masih mendekam dan menanti nasibnya di Rumah Tahanan KPK. Dia disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Cahyadi juga dijerat Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 karena diduga merintangi proses penyidikan.