Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia Corruption Watch bersama sejumlah lembaga swadaya masyarakat daerah yang bergerak di lingkungan hidup mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi untuk melaporkan kasus dugaan penjarahan Sumber Daya Alam.
Pengaduan dilayangkan ke KPK mengingat masih banyak kasus-kasus di tingkat daerah yang hingga kini belum terjamah. ICW menilai, banyak sumber daya alam dijadikan sebagai komoditi yang diselewengkan oleh pihak swasta maupun pejabat daerah.
Berdasarkan hasil temuan ICW, terdapat beberapa kasus yang terindikasi menjadi lahan korupsi di sektor tata guna lahan dan hutan di enam wilayah. Enam di antaranya yakni Provinsi Aceh, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara dan Jawa Timur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perkiraan kerugiannya luar biasa, sekitar Rp 201.81 triliun," kata Staf Divisi Investigasi dan Publikasi ICW Lais Abid usai mengadukan laporannya ke KPK, Jumat (12/12). Lais mengadu ke lembaga antirasuah ditemani rombongan dari enam LSM lingkungan hidup yang mewakili masing-masing daerah yang dilaporkan.
Menurut Lais, kerugian ratusan triliun itu dihitung dari potensi kerugian tujuh kasus yang terjadi di enam wilayah yang dimaksud. Dugaan korupsi dilakukan dalam praktik pengusahaan perkebunan teh, sawit, pertambangan batubara dan biji besi.
Kerugian terbesar diyakini terjadi dalam praktik pengusahaan tambang biji besi di Pulau Bangka, Sulawesi Utara. Potensi kerugian negara di wilayah itu ditaksir mencapai Rp 200.75 triliun. "Angka itu dihitung berdasarkan dana reklamasi untuk proyeksi 20 tahun ke depan," ujar Lais.
Modus yang dilakukan untuk menjarah sumber daya alam itu pun dinilai cukup beragam. Berdasarkan catatan ICW, pola-pola yang dilakukan para penjarah SDA itu adalah dengan cara menyiasati perizinan, tidak membayar dana reklamasi, menyewa broker untuk mengurusi perizinan, serta menggunakan proteksi
back up dari oknum penegak hukum.
Selain itu, kata Lais, tidak jarang para pengusaha merambah hutan baik secara ilegal maupun legal untuk melakukan penebangan di wilayah konservasi. Bahkan tidak sedikit pejabat yang memanfaatkan posisinya sebagai penyelenggara negara agar perusahaan pribadinya bisa memperoleh konsesi.
"Atas dasar itulah kami datang mengadu ke KPK agar temuan kami segera ditindaklanjuti. Kasus korupsi SDA ini harus diprioritaskan. Kami menghendaki izin-izin bermasalah ini segera dihentikan," ujar Lais.