Jakarta, CNN Indonesia -- Tim Kajian Hukum untuk Kasus Pembunuhan Pembela Hak Asasi Manusia Munir Said Thalib menyatakan kasus Munir harus diselesaikan di Indonesia. Sebab penuntasan kasus Munir sangat penting dalam proses pembelajaran HAM di negeri ini.
"Ini fundamental bagi HAM di Indonesia. Oleh karena itu harus diselesaikan di negara ini," kata anggota Tim Kajian Hukum M. Choirul Anam saat konferensi pers di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (15/12).
Meski diselesaikan di Indonesia, ujar Anam, standar yang digunakan harus standar internasional yang sesuai dengan perlindungan kasus-kasus HAM lain. Untuk itu timnya akan menyelidiki apakah pembunuhan terhadap Munir termasuk kategori kejahatan terhadap kemanusiaan atau bukan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami akan uji temuan kami dengan ahli hukum dari level nasional maupun internasional. Nanti akan dilihat dari bidang pidana serta HAM," kata Anam.
Di sisi lain, Ketua Setara Institute Hendardi yang juga anggota Tim Kajian Hukum mengatakan tidaklah mudah membongkar kasus Munir. "Secara tersirat ada badan negara yang terlibat, dan itu seperti raksasa yang sulit ditembus, dihadapi," kata dia.
Kondisi politik Indonesia pun turut memengaruhi penyelesaian kasus Munir. Misalnya, mandat dan kemauan dari tiap presiden yang berbeda-beda.
"Yang utama adalah mencari keadilan bagi keluarga korban yang ditinggalkan. Sebagai warga negara Indonesia, kita perlu menyampaikan sejarah indonesia yang benar seperti apa. Ini pembelajaran untuk generasi mendatang," kata anggota Tim Kajian Hukum lainnya, Lamria Siagian.
Baca:
Satu Dekade Kematian MunirSebelumnya, Komnas HAM telah mengeluarkan tiga catatan terkait kasus pembunuhan Munir. Pertama, Komnas HAM menilai rekomendasi Tim Pencari Fakta belum dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Rekomendasi TPF meliputi pembentukan tim baru dengan mandat dan kewenangan yang lebih kuat, serta pengambilan langkah konkret untuk meningkatkan kapasitas penyidik Kepolisian Republik Indonesia agar secara profesional mengusut kasus Munir.
Selain itu ada pula rekomendasi berupa permohonan kepada presiden untuk memerintahkan Kapolri agar melakukan penyelidikan mendalam terhadap mantan Dirut Garuda Indonesia Indra Setiawan, mantan Vice President Corporate Security Garuda Indonesia Ramelgia Anwar, matan Kepala Badan Intelijen Negara AM Hendropriyono, mantan Deputi V BIN Muchdi Pr, dan Bambang Irawan dalam melakukan pembunuhan berencana terhadap Munir.
Kedua, terjadinya kegagalan dalam mengadili para pelaku yang seharusnya bertanggung jawab atas terbunuhnya Munir sehingga terjadi impunitas.
Ketiga, pembebasan bersyarat Pollycarpus dinilai tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat, terutama bagi keluarga Munir.
Munir Said Thalib, Direktur Eksekutif lembaga pemantau hak asasi manusia Imparsial, diracun dalam pesawat dari Jakarta menuju Amsterdam, 7 September 2004. Munir saat itu terbang ke Belanda untuk menempuh pendidikan master di bidang hukum dan HAM. Hasil otopsi dari forensik Belanda menyatakan Munir tewas akibat keracunan arsenik dalam dosis tinggi.