Jakarta, CNN Indonesia -- Pilot AirAsia QZ8501 Kapten Irianto sempat meminta izin naik ke ketinggian 38 ribu kaki sebelum akhirnya pesawat yang ia kemudikan tak terdeteksi. Saat itu, menurut AirNav, pilot tak memberikan alasan kenapa dia minta naik dari ketinggian semula di 32 ribu kaki.
Namun minta naik ketinggian, Kapten Irianto sempat minta bergeser ke kiri sejauh tujuh mil akibat cuaca buruk. Cuaca buruk itu dibenarkan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Di rute M635 yang dilalui AirAsia QZ8501, terdapat pertumbuhan awan badai kumulonimbus. Informasi tersebut telah diberitahukan kepada semua maskapai yang hendak terbang pada hari itu. (Baca:
BMKG Sudah Informasikan Potensi Awan Berbahaya di Rute AirAsia)
Penasihat Federasi Pilot Indonesia Manotar Napitupulu berpendapat, permintaan untuk naik ke ketinggian 38 ribu bukannya tak beralasan. Kemungkinan, itu satu-satunya cara bagi QZ8501 untuk menghindari awan badai kumulonimbus jika pesawat tak berhasil melakukan manuver ke kanan atau kiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau ke kiri dan kanan merah semua, yakni awan aktif di radar, pilot akan coba minta ke atas atau turun ke bawah," kata pilot senior Garuda Indonesia itu kepada CNN Indonesia, Selasa (29/12).
Namun saat QZ8501 meminta naik ke ketinggian 38 ribu kaki, pada saat yang sama tujuh pesawat lain juga terbang berdekatan dengan QZ8501. (Baca:
Awan Badai Hadang 8 Pesawat, QZ8501 dan Garuda Terbang Rendah)
Dari radar pesawat, kata Manotar, pilot biasanya bisa mendeteksi objek seperti pesawat yang terbang hingga area 20 mil dari pesawatnya. Maka, mestinya objek yang terbang di ketinggian di atas 32 ribu kaki bisa ikut terdeteksi pada radar pesawat QZ8501.
"Pesawat di ketinggian 36 ribu atau 38 ribu kaki bisa terlihat dalam radar," kata mantan Presiden Federasi Pilot Indonesia itu.
Keputusan pilot Irianto untuk akhirnya meminta naik ke ketinggian 38 ribu kaki dinilai Manotar karena sudah terdesak. "Itu yang saya bilang kondisi
'anytime.' Pilot minta naik karena mungkin sudah masuk di cuaca buruk itu," kata dia.
Pernyataan Manotar ini sedikit berbeda dengan keterangan AirNav dan pilot Garuda lainnya, Abdul Rozaq. Menurut Rozaq yang pernah mengemudikan GA 421 yang lolos dari kumulonimbus dan mendarat darurat di Sungai Bengawan Solo, awan badai itu bisa dihindari dengan bermanuver ke kiri atau ke kanan, bukannya naik ketinggian. (Baca
Pilot Garuda: Hindari Awan Badai Cukup ke Kanan atau Kiri)