Jakarta, CNN Indonesia -- Radar menara pengontrol lalu-lintas udara atau
air traffic controller (ATC) di bandara-bandara Indonesia dianggap banyak pilot tak cukup akurat untuk mendeteksi cuaca. Selain itu, hubungan antara menara ATC dengan pesawat disebut berlaku searah dan pasif.
Persoalan lantas muncul karena situasi di udara bisa berubah setiap saat, terutama di langit Indonesia yang dinilai lebih dinamis pergerakannya. Keputusan yang terlambat beberapa menit saja bisa sangat berpengaruh terhadap kondisi penerbangan.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan pada hari Minggu (28/12) di mana pesawat AirAsia QZ8501 melakukan penerbangan dari Bandara Juanda, Surabaya BMKG sudah memberikan panduan dokumen penerbangan bagi rute M635 yang dilalui pesawat tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam panduan, tercantum informasi tentang potensi tumbuhnya awan badai kumulonimbus di udara wilayah Tanjung Pandan, Belitung. (Baca:
BMKG Sudah Informasikan Potensi Awan Berbahaya di Rute QZ8501)
Minggu pagi itu, tujuh pesawat lain terbang berdekatan dengan AirAsia dengan ketinggian berbeda-beda dan beberapa bersilang jalur. Pesawat tersebut antara lain Garuda Indonesia, Lion Air, dan Emirates. (Baca:
Awan Badai Hadang 8 Pesawat, QZ8501 dan Garuda Terbang Rendah)
Penasihat Federasi Pilot Indonesia Manotar Napitupulu mengatakan, sama halnya seperti pengendara mobil, pilot pesawat pun terbiasa untuk memilih rute-rute alternatif yang memuluskan perjalanan.
"Misalnya kayak kalau mau pergi ke Blok M, lalu polisi bilang jalan ini ditutup karena rusak atau macet, kan kita punya pilihan jalur lainnya," kata dia kepada CNN Indonesia, Selasa (30/12).
Rute M635 yang dilalui QZ8501, menurut pengalaman Manotar sebagai pilot senior di maskapai penerbangan Garuda Indonesia, tak memiliki karakteristik khusus. "Biasa saja,
nothing special dalam rute itu," kata mantan Presiden Federasi Pilot Indonesia itu.
Namun Manotar menyoroti hubungan antara pilot pesawat dengan ATC di Indonesia yang berlaku searah dan pasif. Ketika menemui kondisi cuaca tertentu misalnya, pilot mesti memberitahukan lebih dulu kepada ATC sebelum mendapatkan izin atau rekomendasi untuk bermanuver.
Hal tersebut, menurut Manotar, berbeda dengan ATC di luar negeri yang lebih berperan aktif dalam menyarankan jalur alternatif yang bisa dilalui pilot, atau mengusulkan tindakan yang bisa diambil pilot. (Baca
Pilot Senior: Koordinasi dan Navigasi Penerbangan RI Lemah)
"Menara pengawas di Korea, Jepang, dan Singapura bagus sekali. Mereka yang biasanya menghubungi kami dan memberitahu pilot jika ada awan, apa mampu terbang dilewati atau tidak, dan bagaimana melaluinya," kata Manotar.
Meski demikian, kata Manotar, kondisi menara pengawas lalu-lintas udara di Indonesia sebenarnya sudah lebih bagus dari bertahun-tahun lalu. Hanya saja belajar dari kasus hilangnya QZ8501, dia berharap agar akurasi radar di menara ATC bisa diperbaiki.
"Jadi urusan navigasi penerbangan bisa lebih maksimal," kata dia.