PENINJAUAN KEMBALI

Peraturan Pemerintah tentang Peninjuan Kembali akan Dibuat

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Sabtu, 10 Jan 2015 10:48 WIB
PP ini dibuat sebagai aturan teknis keputusan MK yang membatalkan Pasal 268 ayat 3 KUHAP.
Menkumham Yasonna Laoly, sebelum memberikan keterangan terkait status hukum kepengurusan Partai Golkar, di Gedung Kemenkumam, Jakarta, Selasa, 16 Desember 2014. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah sepakat akan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur Peninjauan Kembali (PK). Pemerintah menilai perlu adanya peraturan secara teknis terkait permohonan pengajuan PK yang saat ini diperdebatkan. PP dibentuk sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 34/PUU-XII/2013.

Sebelumnya, MK membatalkan pasal 268 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam putusan tersebut, MK mengizinkan PK lebih dari satu kali. Namun, teknis terkait pengajuan PK belum termaktub di dalamnya. Untuk mengisi celah tersebut, pemerintah berinisiasi membentuk PP.

"Masih diperlukan peraturan pelaksanaan secepatnya tentang pengajuan permohonan PK, menyangkut pengertian novum, pembatasan waktu, dan tata cara pengajuan PK," kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly usai menggelar rapat di Kemenkumham, Jakarta, Jumat (9/1). Untuk itu, pemerintah akan membentuk tim yang akan merumuskan naskah PP tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshidique yang hadir dalam pertemuan tersebut sepakat dengan Yasonna. Menurutnya sejumlah aturan teknis perlu dibuat terkait pengajuan PK. "Ada novum, pembatasan waktu, dana tata caranya," kata Jimly.

Novum menurut Jumly bisa diartikan sebagai bukti baru, fakta baru, atau perspektif baru.

Lebih jauh, Yasonna menegaskan, sebelum ada ketentuan pelaksaan yang tercantum dalam PP, maka terpidana mati tidak dapat mengajukan PK berulang kali. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-undang Mahkamah Agung. Dua undang-undang ini mengatur pembatasan PK hanya satu kali.

Sementara itu, untuk menguatkan aturan tersebut, dalam jangka panjang, Yasonna menyambut baik usulan Ketua MA Hatta Ali soal revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. "Jadi nanti kan sudah masuk Program Legislasi Nasional, tapi bukan perioritas tahun 2015," ujar Yasonna. Selagi menunggu, PP menurutnya tepat menjawab kesimpang siuran tafsiran PK. (sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER