Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla dinilai KontraS menjadikan kebijakan eksekusi mati sebagai posisi tawar di mata publik. Keputusan terkait vonis mati diambil di saat citra pemerintah turun akibat kebijakan tak populer.
Wakil Koordinator KontraS Krisbiantoro mengatakan rencana eksekusi mati yang dikeluarkan Kejaksaan Agung di tengah memanasnya kontroversi seputar pencalonan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan sebagai Kapolri merupakan strategi pemerintah.
"Ini strategi pemerintah untuk naikkan posisi tawar seolah-olah ada ketegasan atas kejahatan narkoba. Saat ini pemerintah kan lagi banyak dikritik atas keputusan pencalonan Budi Gunawan. Hukuman mati merupakan hal yang laku di publik," kata Krisbiantoro kepada CNN Indonesia, Jumat (16/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kejaksaan Agung telah menetapkan tanggal pasti eksekusi mati enam terpidana narkoba pada Kamis (15/1). Keenamnya akan dieksekusi pada Minggu (18/1) di Lembaga Pemasyarakatan Nusa Kambangan dan Boyolali, Jawa Tengah.
Pengumuman eksekusi mati tersebut keluar di tengah protes masyarakat atas sikap pemerintah yang tetap melaju dengan pencalonan Budi Gunawan. (Baca:
Soal Kapolri, Jokowi Maju Kena Mundur Kena)
"Posisi Jokowi saat ini sedang sulit. Dia hadapi banyak kepentingan terkait posisi politis. Sejak awal, kami membaca hukuman mati akhirnya dijadikan komodifikasi politik," kata dia.
Selain saat pencalonan Budi Gunawan, Krisbiantoro mengatakan pemerintah mengembuskan rencana eksekusi mati pertama kali saat pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada November 2014.
Awal Desember, Presiden Jokowi mengatakan keseriusan pemerintah Indonesia untuk menerapkan vonis mati terutama terhadap bandar narkoba. Hal itu ditindaklanjuti dengan penolakan grasi 64 terpidana narkoba dan puncaknya eksekusi mati enam terpidana narkoba.
Keputusan pemerintah untuk vonis dan eksekusi mati berbuah. Masyarakat sipil serta organisasi masyarakat menyatakan dukungan atas kebijakan hukuman mati tersebut.
KontraS menyayangkan langkah pemerintah menjadikan hukuman mati sebagai strategi untuk menarik dukungan masyarakat. "Saya melihat dalam waktu lima tahun ke depan hukuman mati masih menjadi solusi alternatif pemerintah saat menghadapi situasi sulit," ujar dia.
Sementara itu Yuniyanti Chusnizah selaku pimpinan Komnas Perempuan mengatakan hukuman mati bukan bentuk tepat untuk memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan. "Saya bertemu dengan peneliti dari Malaysia. Hasil penelitiannya menunjukkan tidak pernah ada korelasi antara tingkat kejahatan dengan kebijakan hukuman mati," ujar dia.
Yuniyanti juga menyayangkan keputusan pemerintah untuk melakukan eksekusi mati terhadap narapidana narkoba perempuan. Menurutnya, hal tersebut bertentangan dengan konvensi HAM mengenai perempuan dan anak berhadapan dengan hukum.
(utd/agk)