Jakarta, CNN Indonesia -- Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) yang baru dinilai masih belum cukup kuat untuk melindungi Pekerja Rumah Tangga (PRT) dari eksploitasi dan kekerasan.
Koordinator
Jaringan Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) Lita Anggraini mengatakan permenaker tersebut tidak memiliki kekuatan hukum untuk memberikan sanksi pidana.
"Permenaker ini tidak mengikat subyek hukum jika terdapat pelanggaran. Sementara, kalau UU yang melanggar dapat dikenai pidana," ujar Lita saat dihubungi CNN Indonesia, Selasa (20/1) malam.
Sebelumnya, Menteri Tenaga Kerja M. Hanif Dhakiri telah mengeluarkan Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga pada 18 Januari 2015.
Menurut Lita, permenaker tersebut hanya menyebutkan bahwa negara hadir melindungi pekerja rumah tangga dan mereka berhak atas hak-hak normatifnya. Namun, pernyataan tersebut tidak menjelaskan secara rinci hak-hak seperti apa yang diatur pemerintah.
Hak-hak yang semestinya dirinci pemerintah, katanya, adalah terkait standardisasi upah, pengaturan jam kerja dan waktu istirahat, cuti mingguan, dan tahunan, hak untuk berkomunikasi dan berserikat serta perjanjian kerja tertulis dan bukan lisan.
Lita menilai jika hak-hak tersebut tidak diperjelas pemerintah dalam UU maka pelanggaran terhadap PRT akan dianggap sebagai suatu hal biasa, bahkan mengarah ke perbudakan.
“Arahnya bisa menjadi perbudakan modern. Sementara melihat mandat UU Indonesia, seharusnya negara mengakhiri perbudakan di negeri sendiri,” ujar Lita menegaskan.
Lebih jauh lagi, Lita mengatakan hal yang dinilai mendesak dan perlu mendapat keadilan rancangan Undang-Undang terkait PRT. RUU tersebut pernah diajukan pada 2004 oleh JALA PRT, namun hingga saat ini RUU PRT masih tertahan dalam pembahasan di DPR RI.
“Kami melihat DPR pro-perbudakan karena melanggengkan perbudakan ini sendiri,” ujar Lita. "Sudah 10 tahun RUU PRT belum juga diselesaikan."
Belum diakui sebagai pekerjaPada pertemuan dengan Menteri Ketenagakerjaan, M. Hanif Dhakiri dengan JALA PRT, Selasa (20/1), pemerintah mengatakan penerbitan Permenaker PRT merupakan sebuah terobosan hukum untuk melindungi keberadaan pekerja rumah tangga di Indonesia.
Namun, pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Eny Rofiatul, menilai peraturan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat karena di alam Permenaker belum ada kejelasan atas status PRT sebagai pekerja.
“Menaker tidak mengacu pada UU Nomor 13 Tahun 2003 sebagai landasan pembuatan Permenaker. Ini berarti pengakuan PRT sebagai pekerja belum dapat dipenuhi karena PRT tidak dapat menggunakan perlindungan yang disediakan oleh UU Nomor 13 Tahun 2003,” ujar Eny saat dihubungi CNN Indonesia, Selasa (20/1).
Berdasarkan data yang dihimpun oleh JALA PRT, sepanjang tahun 2014 terdapat 408 kasus yang menimpa PRT. Dari semua kasus tersebut, 85 persen kasus yang dibawa ke proses hukum berakhir di kepolisian.
Eny berpendapat, kasus PRT ini seringkali menyulitkan kepolisian karena tidak ada payung hukum yang menjadi rujukan untuk memberikan sanksi. “Ini yang menjadi catatan, penegakan hukum tidak dapat berjalan sehingga pelaku kekerasan tidak ada efek jera dan tindakan penyiksaan berulang,” ujar Eny menjelaskan.
Sementara di dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 sendiri, pemerintah tidak menyediakan akses efektif bagi PRT ke lembaga penyelesaian perselisihan, seperti pengadilan atau Dinas Ketenagakerjaan, jika suatu saat nanti PRT ingin mengadukan pelecehan atau kekerasan yang menimpanya.
Menaker Hanif mengatakan tujuan penerbitan permenaker ini merupakan upaya bersama untuk memajukan perlindungan terhadap PRT di Indonesia.
"Ini kaitannya karena visi dan misi dari pemerintahan Jokowi adalah menghadirkan negara di dalam setiap persoalan masyarakat. Khususnya yang terkait dengan kementerian ini adalah pekerja termasuk di dalamnya PRT," tutur Hanif.
Hanif mengatakan, sebenarnya Permenaker ini yang sudah dirintis oleh Kementerian ini sebelumnya dan sudah melalui proses panjang pada zamannya Muhaimin Iskandar. "Ibaratnya saya lakukan finalisasi secepatnya dan saya tinggal finishing touch biar tidak berlama-lama diterbitkannya," ujar Hanif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT