Jakarta, CNN Indonesia -- Usai pertemuan dengan Presiden Joko Widodo dan petinggi Polri di Istana Negara, Sabtu (24/1), Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno menyindir Komisi Pemberantasan Korupsi yang dianggap membakar emosi rakyat dengan menggalang dukungan untuk lembaga yang salah satu pimpinannya ditetapkan sebagai tersangka oleh Polri itu.
"Jangan 'membakar' massa, memprovokasi. Jangan memberi pernyataan yang membuat panas. Itu tidak baik, kekanak-kanakan. Berdiri sendiri, dia akan kuat, konstitusi yang mendukung, bukan dukungan rakyat yang enggak jelas itu," kata Tedjo.
Malam sebelumnya ketika Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto masih ditahan di Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Jumat (23/1), pimpinan KPK menggalang dukungan dan berpidato di hadapan para pendukung yang memenuhi kantor mereka. (Baca
Abraham Samad: Mari Galang Kekuatan untuk KPK)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Minggu pagi (25/1), sejumlah elemen masyarakat bereaksi terhadap ucapan Menkopolhukam itu. Dalam aksi mendukung KPK di Bundaran HI, Jakarta, mereka mengenakan kaos putih dengan tulisan 'Saya rakyat enggak jelas, saya bangga dukung KPK' ditempel di dada mereka.
Politikus PDI Perjuangan Dwi Ria Latifa pun tak setuju dengan Tedjo yang menyebut para pendukung KPK sebagai 'rakyat tak jelas.'
"Semua rakyat itu jelas. Seluruh rakyat jelas mendukung keutuhan NKRI," kata Ria.
Menurut Ria, mestinya pejabat negara harus dapat menjadi contoh baik bagi masyarakat luas. Namun ia berpendapat Menkopolhukam tak perlu ditegur, sebab opini masyarakat tentang ucapan Tedjo sudah mencerminkan pandangan ketidaksetujuan rakyat.
Ketegangan KPK-Polri meningkat pasca KPK menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka kasus rekening gendut, membuat pelantikannya sebagai Kapolri ditunda oleh Presiden Joko Widodo.
Sepekan penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK, Jumat (23/1), Bareskrim Mabes Polri menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dan menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus pemberian keterangan palsu di depan sidang sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, tahun 2010. Saat itu Bambang belum menjabat Ketua KPK. Ia menjadi pengacara salah satu pihak bersengketa.
Selanjutnya Sabtu (24/1), Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri atas tuduhan mengambil paksa saham milik PT Desy Timber, perusahaan penebangan kayu yang beroperasi di Berau, Kalimantan Timur, pada tahun 2006, saat Adnan menjadi penasihat hukum perusahaan itu.
(Baca:
'Peluru-peluru' untuk Lembaga Pemberantas Korupsi)
Minggu malam (25/1), Presiden Joko Widodo membentuk tim independen untuk menyelesaikan konflik KPK-Polri. Tim terdiri dari mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshidiqie, mantan Wakapolri Komisaris Jenderal (Purn) Oegroseno, mantan Wakil Ketua KKPK Tumpak Hatorangan Panggabean dan Erry Riyana Hardjapamekas, mantan staf ahli Kapolri Bambang Widodo Umar, pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana, dan mantan Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Syafii Maarif.
(sip)