Jakarta, CNN Indonesia -- Komsioner Ombudsman RI (ORI) Bidang Pengawasan dengan substansi Kepolisian, Pranowo Dahlan, menilai ada diskriminasi dalam penyelesaian kasus Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto. Pasalnya kasus BW ditangani dalam tempo cepat tetapi kasus lain yang menyangkut kesaksian palsu masih mangkrak.
"Itu diskriminasi. Penanganan kasus yang lain lama, yang lain cepat. Itu bentuk maladministrasi," ujar Pranowo ketika dikonfirmasi usai menggelar jumpa pers di kantornya, Jakarta, Kamis (29/1).
Kendati demikian, ia akan menelisik lebih jauh soal sembilan kasus tersebut dan kasus Bambang kepada Badan Resere dan Kriminal (Bareskrim) Polri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita tidak tahu (motifnya). Itu akan kita tanyakan ke Polri. Ada kasus yang dari tahun 2003 tidak ditindaklanjuti. Saya khawatir malah sudah kadaluarsa," ucapnya.
Adanya diskriminasi dalam penanganan kasus di tubuh Korps Bhayangkara tersebut menuai konsekuensi lanjutan. "Ada yang merasa dibedakan," ucapnya.
Merujuk data ORI tahun 2014, kepolisian merupakan lembaga tertinggi kedua (12,6 persen) setelah pemerintah daerah (43,7 persen) yang kerapkali mendapat pengaduan dari masyarakat. Selama tahun 2014, Ombudsman menerima laporan dari publik sebanyak 6.180 laporan. Alhasil, total pengaduan Polri yakni sekitar 778 laporan. Salah satu substansi pengaduan yakni adanya diskriminasi.
Bambang Widjojanto dan tim kuasa hukumnya telah bertemu dengan Ombudsman untuk mengadukan cacat adminsitrasi salah satunya bentuk diskriminasi tersebut.
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan sembilan laporan terkait kesaksian palsu yang status penangannya tidak jelas di Polri. Padahal, tujuh kasus di antaranya telah dilaporkan lebih dari satu tahun silam. Sedangkan dua lainnya dilaporkan tahun lalu.
Sementara itu, kasus Bambang yang baru dilaporkan pada tanggal 19 Januari lalu, berjalan cepat. Empat hari setelah dilaporkan, pada Jumat (23/1), Bambang ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri.
Bambang ditengarai melanggar Pasal 242 juncto Pasal 55 KUHP dalam kasus kesaksian palsu saat dirinya menjadi kuasa hukum perkara sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2010 silam.
(pit/sip)