Jakarta, CNN Indonesia -- Nursyahbani Katjasungkana, salah satu kuasa hukum Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, mengatakan penyidik Bareskrim Polri sempat menunjukkan kamar hotel dan musala kepada kliennya, pada pemeriksaan di Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Tipideksus), Selasa (3/2).
"Penyidik sempat menunjukkan gambar kamar hotel dan kemudian musala. Bambang menjawab tidak tahu dan tidak mengerti," kata Nursyahbani kepada CNN Indonesia di sela-sela pemeriksaan, Selasa.
Nursyahbani mengatakan penyidik lalu bertanya kepada Bambang berapa orang yang dibawa oleh kliennya ke Jakarta, siapa yang membayar penginapan dan bagaimana mendapatkan uang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lagi-lagi, Bambang menjawab tidak tahu atas pertanyaan penyidik.
Selain itu, penyidik juga bertanya tentang kejadian bulan Juli 2010 mengenai perbuatan disangkakan di Pangkalan Bun dan Jakarta.
Nursyahbani mengatakan penyidik lalu menunjukkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 45 Tahun 2010, yang dikeluarkan pada 7 Juli 2010 tentang sengketa pilkada Kotawaringin Barat. Bambang ditanya apakah kenal dengan orang yang ada dalam putusan tersebut. Lalu penyidik juga bertanya siapa yang diwakili oleh Bambang.
Namun, Bambang tidak berkenan menjawab dan penyidik melanjutkan pertanyaan dengan berapa banyak tim kuasa hukum di pihaknya dan mereka bekerja untuk siapa saja.
Bambang lagi-lagi tidak mau menjawab hingga akhirnya penyidik menunjukkan gambar hotel dan mushola.
Dari keseluruhan pertanyaan tersebut, Nursyahbani dan tim kuasa hukum tetap bersikukuh menolak pemeriksaan. Menurutnya, berdasarkan pasal 16 Undang-Undang tentang Advokat menyatakan setiap advokat tidak dapat dituntut secara perdata ataupun pidana selama menjalankan tugas profesinya, dengan itikad baik berkaitan dengan pembelaan terhadap kliennya di dalam sidang pengadilan.
"Oleh karena itu, kami menolak pemeriksaan. Intinya pemeriksaan ini kriminalisasi atas profesi advokat," kata dia menegaskan.
Sementara itu, kuasa hukum Bambang lainnya, Pratiwi, mengatakan penyidik Bareskrim Polri mulanya hanya memperbolehkan empat pengacara saja yang mendampingi proses pemeriksaan.
"Dari 16 kuasa hukum, hanya empat yang diperbolehkan masuk ruangan pemeriksaan," kata perempuan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta tersebut saat dihubungi CNN Indonesia, Selasa (3/2).
Empat orang tersebut adalah Nursyahbani Katjasungkana, Katarina, Saor Siagian dan Kanti Muji. Saor sendiri sempat mempertanyakan alasan pembatasan kuasa hukum tersebut. Namun, penyidik malah menyarankan kuasa hukum untuk menghadap Kasubdit VI, Komisaris Besar Daniel Bolly Tifaona.
Diskusi dengan Daniel Bolly tidak membuahkan hasil hingga akhirnya Daniel memberikan perintah kepada Provos untuk mengusir kuasa hukum.
"Provos tarik orang ini keluar!" kata Daniel seperti dikutip oleh Pratiwi.
Setelah itu, Pratiwi mengabarkan sempat terjadi keributan di ruang Bareskrim. Ada kurang lebih empat orang polisi yang merekam kejadian perseteruan tersebut dengan telepon genggam dan kamera video berukuran besar.
(utd)