Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menemukan bukti permulaan tentang pelanggaran HAM yang dilakukan Polri terhadap Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Bambang Widjojanto. Salah satu bentuk pelanggaran itu adalah penggunaan senjata laras panjang pada penangkapan Bambang di kawasan Kelapa Dua, Depok, Jumat (23/1) lalu.
"Kami mengidentifikasi adanya penggunaan kekuasaan yang eksesif oleh kepolisian," kata Nur Kholis, Komisioner Komnas HAM di Jakarta, Rabu (4/2). Selain menggunakan senjata yang berlebihan, hasil investigasi Komnas HAM juga mencatat, Polri mengerahkan jumlah pasukan yang tidak wajar untuk membawa paksa Bambang ke kantor Bareskrim.
Penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan kepolisian, menurut Komnas HAM, merupakan wujud diskriminasi terhadap Bambang. "Seluruh prosedur formil dan material yang digunakan Bareskrim dalam perkara BW tidak didasari itikad baik. Penangkapan dilakukan tanpa ada proses pemanggilan," ujar Nur Kholis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menambahkan, penangkapan Bambang juga menyalahi due process model karena tidak sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.
Lebih lanjut, penerapan hukum yang penyidik Polri lakukan dalam kasus Bambang juga berpotensi melanggar kebebasan hak sipil, terutama hak para advokat. Alasannya, penggunaan pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengesampingkan keberadaan advokat dalam pemenuhan keadilan seseorang yang disangka melakukan kejahatan.
"Advokat dibutuhkan masyarakat sebagaimana dijamin konstitusi dan pasal 17 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009," tutur Nur Kholis.
Kesimpulan tadi merupakan hasil investigasi Komnas HAM atas laporan kelompok masyarakat sipil terkait dugaan kriminalisasi pimpinan komisi antirasuah. Dalam penelusurannya, Komnas HAM telah meminta keterangan dari Bambang dan tiga pimpinan KPK lainnya. Mereka juga bertemu dengan Wakapolri Komjen Badrodin Haiti serta Kepala Bareskrim Polri Irjen Budi Waseso.
"Kami pun menemui tim independen, ahli hukum dan unsur masyarakat seperti mantan Ketua Komnas HAM, Abdul Hakim Garuda Nusantara. Sebelum ini juga ada diskusi dengan Ombudsman tentang kewenangan masing-masing lembaga," tutur Nur Kholis.
(obs)