Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia Corruption Watch merilis penelitian terbaru mereka tentang harta kekayaan pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. ICW menyebut, pada tahun 2014 rata-rata pegawai negeri sipil di ibukota yang berpangkat eselon satu, dua dan tiga, termasuk direksi badan usaha milik daerah, memiliki harta senilai Rp 7 miliar.
"Harta dengan nilai terbesar berasal dari harta tidak bergerak berupa tanah atau bangunan. Posisi kedua berupa surat berharga dan diikuti harta berupa kendaraan," kata peneliti ICW Nida Paradhisa di Jakarta.
Penelitian yang ICW lakukan itu didasarkan pada 102 laporan harta kekayaan pejabat negara pegawai Pemprov DKI Jakarta yang diterima Komisi Pemberantasan Korupsi hingga Oktober 2014 silam. Total kekayaan ke-102 pejabat pemprov itu mencapai Rp 680,3 miliar.
Meskipun jumlah sampling yang digunakan ICW tidak berbanding lurus dengan jumlah pegawai negeri sipil di Jakarta, Nida yakin temuan lembaganya itu merupakan gambaran umum kondisi kekayaan para abdi rakyat di ibukota.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Nida menuturkan, laju peningkatan harta kekayaan pejabat Pemprov DKI Jakarta setiap tahunnya sebesar Rp 715 juta. Menurutnya, kenaikan ini terjadi salah satunya karena peningkatan nilai aset dan surat berharga.
ICW menilai, tingginya nilai harta kekayaan para pejabat Pemprov DKI Jakarta tidak sebanding dengan tingkat kepatuhan mereka mengumpulkan LHKPN ke komisi antirasuah.
Data yang mereka terima dari KPK Oktober lalu, berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 85 Tahub 2013 terdapat 197 PNS yang wajib melaporkan LHKPN ke KPK. Namun faktanya, hanya 104 orang yang menunaikan kewajibannya ini.
Belakangan, Kepala Bidang Pengendalian Kepegawaian, Muhammad Kadar mengklarifikasi bahwa berdasarkan pergub yang baru, yakni Pergub Nomor 260 Tahun 2014 terdapat sekitar 1600 pegawai pemprov yang wajib melaporkan LHKPN. Hingga tutup tahun, menurutnya 72,16 persen pegawai sudah menyampaikan LHKPN mereka.
Atas temuan ini, ICW mendesak Basuki Tjahaja Purnama sebagai orang nomor satu di Jakarta untuk mencopot bawahannya yang memiliki harta kekayaan yang tak wajar. Namun, Kadar menganggap permintaan ICW ini tidak tepat.
Kadar berkata, yang bisa menilai wajar tidaknya harta kekayaan pejabat negara hanyalah KPK. Itu pun harus melalui proses penindakan hukum.
(sip)