Kompolnas Buat Daftar Baru Calon Kapolri, PDIP Jengkel

Christie Stefanie | CNN Indonesia
Selasa, 10 Feb 2015 11:47 WIB
Politikus PDIP Tubagus Hasanuddin menganggap seleksi calon Kapolri seharusnya berlangsung ketat dan rahasia, sebab menyangkut kredibilitas orang per orang.
Presiden Jokowi dan Kompolas di Istana Merdeka. (Antara/Prasetyo Utomo)
Jakarta, CNN Indonesia -- Penjaringan nama-nama baru calon Kapolri yang disusun Komisi Kepolisian Nasional dinilai memperkeruh perseteruan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian RI. Itu menurut politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Tubagus Hasanudin.

"Di sela ramainya konflik Polri-KPK, Kompolnas menambah keruh suasana. Awalnya diumumkan ada sembilan orang (calon Kapolri) yang akan diajukan, kemudian diralat hanya tujuh atau lima, terakhir calon dirampingkan dan dicoret dua," kata Hasanudin melalui keterangan tertulis, Selasa (10/2). Perampingan itu menyisakan Komisaris Jenderal Budi Waseso dan Komisaris Jenderal Putut Eko Bayu Seno.


Menurut Hasanuddin, apa yang dilakukan oleh Kompolnas sungguh membingungkan sebab proses seleksi calon Kapolri seharusnya berlangsung ketat dan rahasia karena terkait dengan kredibilitas orang per orang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di lingkungan TNI/Polri, ada etika yang harus dipegang dan diikuti oleh para pimpinan dan pejabat personalianya, yaitu seleksi untuk promosi jabatan dilakukan dengan ketat tapi bersifat rahasia," kata Hasanuddin.

Kerahasiaan diperlukan untuk menjaga suasana kebatinan dan jiwa korsa, agar tidak menimbulkan fitnah di lingkungan Polri, dan untuk menghindari saling jegal dan saling fitnah di antara para calon.

Hasanuddin menyarankan Kompolnas menahan diri dan lebih bijak dalam membuat pernyataan untuk dikonsumsi publik, terutama menyangkut kredibilitas per orangan. "Seharusnya menjaga suasana persatuan di lingkungan Polri juga menjadi peran Kompolnas. Seleksi terbuka dengan melibatkan publik mungkin tak dilarang, tapi kalau tiap hari ada pengumuman soal calon Kapolri sebaiknya dihindari," kata dia.

Sembilan nama calon Kapolri yang semula disaring Kompolnas itu merupakan nama-nama yang diajukan ke Presiden Jokowi pada 9 Januari, dan berujung pada pengajuan nama mantan ajudan Megawati Soekarnoputri, Komjen Budi Gunawan, sebagai calon tunggal Kapolri oleh Jokowi.

Kesembilan nama yang diajukan ke Jokowi ketika itu ialah Wakapolri Komjen Badrodin Haiti, Inspektur Pengawasan Umum Polri Komjen Dwi Priyatno, Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan Polri Komjen Putut Eko Bayuseno, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Suhardi Alius, Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional Komjen Anang Iskandar, Kepala Badan Intelijen dan Keamanan Polri Komjen Djoko Mukti Haryono, Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian Komjen Budi Gunawan, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komjen Pol Saud Usman Nasution.

Namun setelah Budi Gunawan yang dicalonkan Jokowi menjadi Kapolri ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus rekening gendut, Kompolnas berinisiatif menyusun daftar nama baru calon Kapolri untuk berjaga-jaga seandainya Jokowi batal melantik Budi Gunawan. Daftar itu terdiri dari lima nama, dan sesungguhnya tidak baru karena nama-nama yang dipilih sudah masuk dalam sembilan nama awal yang diajukan ke Jokowi. Kelima nama yang ada di daftar baru Kompolnas itu adalah Badrodin Haiti, Dwi Prayitno, Putut Eko Bayuseno, Anang Iskandar, dan Budi Waseso.

Sementara perampingan daftar calon Kapolri lebih lanjut yang dimaksud Hasanuddin sesungguhnya ialah pendapat pribadi anggota Kompolnas Adrianus Meliala yang menyebut hanya ada dua calon yang layak menjadi Kapolri, yakni Irwasum Komjen Dri Priyatno dan Kabaharkam Komjen Putut Eko Bayuseno. Adrianus memandang nama-nama lainnya seperti Wakapolri Badrodin Haiti dan Kabareskrim Budi Waseso memiliki kelemahan. (pit/agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER