Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang terdiri dari komisioner Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) menyidang hakim Pengadilan Negeri (PN) Metro Lampung, Riswan Herafiansyah, di Gedung MA, Rabu (11/2). Riswan diduga berutang Rp 20 juta kepada seorang tergugat dari kasus yang tengah dia tangani.
"Dia (Hakim Riswan) utang ke tergugat dan bayarnya mencicil," ujar anggota majelis sekaligus Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Eman Suparman ketika dikonfirmasi CNN Indonesia pada Selasa (10/2) petang.
Dalam pembacaan rekomendasi, Hakim Rieswan diancam dipecat dengan tidak hormat. Saat ini, sidang MKH masih berjalan dengan pembuktian perbuatan Hakim Riswan. Sebelumnya, Riswan pernah menjadi hakim di PN Kota Agung, Lampung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi persoalan tersebut, pakar hukum pidana Universitas Trisakti Yenti Garnasih menilai hakim yang berutang kepada terdakwa dinilai tak etis. "Itu bisa jadi
conflict of interest. Gimana tidak terpengaruh? Hakim, kan, harus imparsial, tidak memihak. Kalau dia punya utang ke terpidana, kan, bisa berpihak," ujar Yenti kepada CNN Indonesia, Rabu (11/2).
Menurutnya, etika dan moral hakim seharusnya dijunjung di atas Undang-Undang. "UU secara tertulis tidak mengatur hutang, tapi jangan lihat itu. Ada hukum lain seperti kepatutan, kepantasan, etis, dan moral," ucapnya. Kini, menurut Yenti, hukum lain tersebut telah melemah di Indonesia.
"Hakim harus dijaga kewibawaannya. Kalau bisa, jangan utang. Bukankah remunerasi hakim sudah tinggi? Bayangkan nol tahun saja para hakim sudah dapat Rp 13 juta sampai Rp 14 juta. Kalau PNS lain golongan III A, hanya dapat Rp 3 hingga Rp 4 juta," ujarnya.
Untuk mengantisipasi kejadian serupa, Yenti meminta kepada KY dan MA untuk memperkuat dan mengawasi nilai-nilai, moral, dan etik para hakim. "Hakim, kan, pemutus atau gerbang akhir keadilan. Keyakinan sudah diberikan ke hakim sebagai orang baik. Harusnya dia tahu, mana yang baik mana yang tidak," katanya.
(utd)