Gugatan Ganti Rugi Tanpa Hentikan Penyidikan Dinilai Prematur

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Jumat, 13 Feb 2015 18:52 WIB
Pengajuan ganti rugi dalam gugatan praperadilan tanpa didasari surat penghentian penyidikan disebut sebagai langkah prematur.
Caption Suasana sidang praperadilan status tersangka Komjen Budi Gunawan (BG) di PN Jakarta Selatan, akarta, Jumat, 13 Februari 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengajuan gugatan ganti rugi dan rehabilitasi nama baik sebelum adanya pemberhentian penyidikan dinilai prematur. Pakar hukum pidana Universitas Indonesia Junaedi menuturkan, pengajuan gugatan tersebut harus didasarkan pada Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3) dan apabila ditemukan upaya paksa dalam proses penegakan hukum oleh aparat.

"Diajukan praperadilan (untuk ganti rugi) kalau ada penghentian penyidikan dan penuntutan," ujar Junaedi saat bersaksi dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (13/2).

Secara logika, orang yang diberhentikan penyidikannya maka telah dirugikan oleh aparat penegak hukum.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Upaya paksa itu harus kembali ke Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), mulai dari penangkapan, penyitaaan, dan penahanan," kata Junaedi.

Merujuk Pasal 95 ayat 1 dan 2 KUHAP, gugatan ganti rugi dan pengembalian nama baik dapat diajukan apabila ditemukan upaya paksa oleh aparat penegak hukum dalam penangkapan, penahanan, pemasukan rumah, penyitaan, dan penggeledahan.

Sementata itu, mantan jaksa Adnan Paslyadja menuturkan, KPK tidak memiliki kewenangan untuk memberhentikan pentidikan. "Sistemnya beda dengan di kepolisian," ujarnya. Korps Bhayangkara tersebut berhak mengeluarkan SP3. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER