Penjelasan Polemik E-Budgeting versi Sekda DKI Jakarta

Donatus Fernanda Putra | CNN Indonesia
Selasa, 17 Feb 2015 16:38 WIB
Sekretaris Daerah Saefullah menyampaikan proses e-budgeting semestinya dimulai sejak tahapan awal pembahasan RAPBD, yakni di tahap Musrenbang.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (kanan) didampingi Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat (kiri) menghadiri sidang paripurna DPRD Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) 2015, Jakarta, Senin (12/1). (AntaraFoto/ M Agung Rajasa)
Jakarta, CNN Indonesia -- DPRD DKI Jakarta menyepakati penolakan penerapan sistem penganggaran secara elektronik atau e-budgeting dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2015. Namun, Pemprov DKI berdalih melalui sistem e-budgeting, seluruh rincian sudah terdapat dalam sistem bahkan sejak awal tahapan pembahasan Musrenbang tingkat kelurahan.

Sekretaris Daerah Saefullah mengatakan rancangan APBD 2015 yang diajukan ke Kementerian Dalam Negeri tidak lagi memerlukan rincian kegiatan. Pasalnya, seluruh rincian sudah terdapat dalam sistem e-budgeting.

Saefullah mengatakan dasar hukumnya adalah Surat Edaran Mendagri tahun 2014 tentang Putusan MK, yang membatalkan kewenangan dewan dalam melakukan pembahasan anggaran secara rinci hingga tingkat kegiatan dan belanja atau satuan ketiga.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tahapan ketiga itu membicarakan kegiatan ini dananya berapa. Kementerianpun tidak boleh sampai situ. Kementerian hanya mengecek anggaran ini rasional atau tidak," kata Saefullah ditemui CNN Indonesia di kantornya, di Balai Kota, Jakarta, Selasa (17/2).

Diapun membantah bila e-budgeting dilakukan di akhir proses pembahasan seperti yang dimaksudkan oleh DPRD. Saefullah menyampaikan proses e-budgeting itu semestinya dimulai sejak tahapan awal pembahasan RAPBD, yakni mulai dari tahapan Musrenbang di tingkat kelurahan.

Pada tahapan ini, katanya, anggota dewan semestinya sudah menjaring aspirasi dari masyarakat untuk kemudian dikawal ke Musrenbang kota, provinsi, hingga tahap pembahasan Kebijakan Umum Anggaran Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS).

"Setelah itu sudah tidak ada lagi penambahan program, tinggal pembahasan," kata Saefullah.

Mantan Walikota Jakarta Pusat itupun menganggap wajar bila sekarang proses APBD terus dipersoalkan lantaran DPRD beserta alat kelengkapan dewan baru terbentuk menjelang akhir tahun. Maka, ada hal yang terlewatkan oleh para anggota dewan.

Karena sistem e-budgeting baru diterapkan secara penuh tahun ini dan berbenturan dengan pergantian dewan maka kesalahpahaman dinilai sangat mungkin terjadi. Lebih lanjut, Saefullah memaparkan untuk 2016, seluruh proses pembahasan APBD akan melalui sistem e-budgeting. Para anggota dewanpun akan diajak membahas anggaran sejak awal.

"Nanti saya suratin lurah untuk mendata ada anggota dewan mana saja di kelurahan. Ajak ketemu (di musrenbang). Ada aspirasi apa aja di masyarakat, nanti dimasukkan ke dalam program. SKPD nanti yang bikin rincian kegiatannya," ucapnya.

Sementara itu, DPRD beranggapan sesuai UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, seluruh mekanisme penyusunan APBD mulai dari pembahasan hingga pengajuan harus dengan persetujuan dewan. E-budgeting, yang merupakan hal baru dalam proses penyusunan anggaran, bisa diterapkan saat seluruh prosedur ini dijalankan.

"E-budgeting itu bukan proses (penyusunan anggaran) lho, e-budgeting itu alat untuk transparansi, tidak masuk dalam proses pembahasan," jelas Wakil Ketua DPRD M Taufik. (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER