Jakarta, CNN Indonesia -- Juru bicara Mahkamah Agung (MA) Suhadi menuturkan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) tak dapat dilakukan apabila status perkara belum berkekuatan hukum tetap. Dalam kasus putusan praperadilan yang diajukan Komjen Budi Gunawan, apabila Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ingin mengajukan PK, maka perkara tersebut haruslah telah divonis oleh pengadilan dan berkekuatan hukum tetap.
"(Perkara) harus berkekuatan hukum tetap terlebih dahulu, nanti terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan PK," ujar Suhadi saat jumpa pers di Gedung MA, Jakarta, Rabu (25/2). Dalam konteks kasus ini, status hukum Budi adalah tersangka dimana belum melewati proses sidang di pengadilan dan belum divonis.
Lebih jauh, Suhadi berpendapat, meski Surat Edaran MA Nomor 4 tahun 2014 mengizinkan pengajuan PK untuk gugatan praperadilan, namun ketentuan PK sendiri tetap mengacu pada Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk hal tersebut (pengajuan PK untuk putusan praperadilan) jika diambil karena ada faktor tertentu yang di luar konteks teknis peradilan kemudian menghindari penyelundupan hukum, bisa diajukan PK," ujarnya.
Berdasar penelusuran CNN Indonesia, Pasal 263 KUHAP memastikan PK dapat diajukan untuk putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. PK pun diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat akan membebaskan terpidana dari hukuman atau dihukum lebih ringan; apabila putusan bertentangan; dan apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhiIafan hakim.
"Tata caranya, terpidana atau ahli warisnya mengajukan ke pengadilan negeri tempat perkara itu diputus. Kemudian nanti akan ada ketetapan dari Ketua Pengadilan apakah akan diteruskan ke MA atau tidak," ujar Suhadi. Apabila berkas PK diteruskan, maka hakim agung akan memeriksa permohonan tersebut.
Sebelumnya, gugatan praperadilan diajukan Komjen Budi Gunawan atas penetapan tersangka dirinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hakim tunggal pemutus sengketa, Sarpin Rizaldi, memvonis penetapan tersangka oleh lembaga antirasuah tidak sah.
Putusan tersebut digugat oleh KPK melalui kasasi yang berkasnya dilayangkan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, Humas PN Jakarta Selatan I Made Sutrisna menuturkan berkas tak dapat dikirimkan ke MA lantaran gugatan praperadilan tak dapat diperiksa dalam proses kasasi. Ia menyarankan justru jalan lain dapat dilakukan melalui PK.
Kendati demikian, peneliti hukum pidana Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Susanto Ginting menilai logika gugatan praperadilan tak bisa disamakan dengan gugatan putusan pengadilan umum. Pasalnya, praperadilan diputus untuk menilai prosedur penangkapan, penahanan, penyidikan, penuntutan, dan ganti rugi.
"Tidak bisa masuk ke pokok perkara," ujarnya di Gedung KY, Jakarta, Rabu (25/2). Ketika gugatan tersebut belum memasuki pokok perkara, maka belum diketahui apakah tersangka terbukti melakukan tindak pidana dan statusnya berubah menjadi terdakwa serta terpidana.
(pit)