Jakarta, CNN Indonesia -- Sidang Financial Action Task Force (FATF) telah resmi mengeluarkan Indonesia dari daftar hitam (
black list) negara yang dianggap rawan dalam kasus pencucian uang. Enam negara serta dua lembaga yang tergabung dalam
Regional Review Group (RRG) akan meninjau untuk memastikan bahwa Indonesia telah menjalankan standar internasional dalam upaya mencegah dan memberantas pidana cuci duit terkait terorisme.
Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso kepada CNN Indonesia mengatakan, keenam negara tersebut yaitu Amerika Serikat, Selandia Baru, Korea Selatan, Australia, India, dan Filipina. Ditambah dua lembaga perwakilan dari
Asia Pacific Group for Anti Money Laundering (APG for AML).
"Poin yang akan dipastikan sudah diimplementasikan Indonesia yaitu soal pembekuan rekening terhadap nama yang tercantum di daftar Al Qaida dan Taliban sactions lists UNSC 1267," ujar Agus, Kamis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
United Nation Security Council (UNSC) 1267 dikeluarkan oleh Dewan Keamanan Persatuan Bangsa-Bangsa. Negara anggota diminta untuk meratifikasi ketentuan tersebut dan membekukan aset warga negaranya yang terkait kelompok teroris.
Bukan hanya terduga teroris, tetapi juga pihak yang mendanai aksi teror sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
Agus menjelaskan, Indonesia sejak dua tahun belakangan telah mengupayakan sejumlah langkah penting untuk bisa keluar dari daftar hitam dan tak lagi dinilai sebagai negara yang rawan pencucian uang. Indonesia telah menyerahkan laporan-laporan yang menunjukan komitmen Indonesia untuk menanggulangi pendanaan terorisme.
"Untuk memastikan bahwa laporan-laporan selama ini di FATF tentang implementasi aturan memang dijalankan secara efektif dan sesuai standar," kata Agus.
Agus menuturkan, enam negara dan dua lembaga itu akan melukan
onsite visit ke Indonesia pada Mei 2015.
Onsite visit tersebut sangat penting bagi Indonesia karena hasilnya akan dibawa pada sidang FATF di Brisbane, Australia, Juni 2015.
"Dalam sidang di Brisbane nanti, kami berharap Indonesia dinyatakan
fully comply dan keluar dari proses pemantauan rutin FATF," ujar Agus.
Selain Indonesia yang sempat masuk daftar hitam pada tahun 2012, FATF juga memasukan Iran dan Korea Utara ke dalam daftar hitam. Sementara untuk kategori
greylist yang saat ini sudah menempatkan Indonesia di dalamnya, ada Albania dan Nicaragua.
FATF tengah bersidang di markas Organisasi untuk Kerja Saam dan Pembangunan Ekonomi (OEDC) di Paris, Perancis, sejak Selasa lalu (24/2). Sidang tersebut secara bulat mengakui upaya dan komitmen Indonesia mencegah dan memberantas terorisme sehingga mengeluarkan Indonesia dari daftar hitam dan memasukannya ke dalam kategori
greylist.
"Keberhasilan ini akan berdampak langsung pada perspesi dan peringkat investasi terhadap Indonesia," kata Agus.
Hingga hari ini, Agus masih berada di Paris, Perancis, untuk mengikuti sidang FATF yang berlangsung sejak 24 Februari lalu. Agus hadir dalam sidang tersebut bersama Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri Hasan Kleib.
Indonesia masuk daftar hitam tahun 2012 karena belum menjalankan sejumlah rekomendasi khusus yang diminta FATF terkait pendanaan terorisme. Rekomendasi tersebut yaitu agar Indonesia membekukan seluruh aset keluarga dari orang yang masuk daftar teroris, termasuk anak tiri dari terduga tersebut.
Namun sejak UU Nomor 9 tahun 2013 disahkan pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tertanggal 13 Maret 2013, Indonesia telah memiliki ketentuan hukum untuk membekukan aset teroris atau terduga teroris.
Pasal 22 UU tersebut berbunyi, pemblokiran dilakukan terhadap dana yang secara langsung atau tidak langsung atau yang diketahui atau patut diduga digunakan atau akan digunakan, baik seluruh maupun sebagian, untuk tindak pidana terorisme.
Dalam penjelasannya, frasa "secara langsung maupun tidak langsung" berarti dana yang secara nyata dikuasai oleh orang atau korporasi yang ada dalam daftar terduga teroris dan organisasi teroris dan pihak lain yang terkait dengan individu tersebut.
(rdk)