Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan pimpinan (DPP PPP) Djan Faridz menyayangkan pernyataan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Malik yang mengatakan hingga saat ini DPP PPP versi Romahurmuzzy adalah pengurus yang berhak mengikuti Pilkada serentak tahun ini.
Atas pernyataan tersebut, DPP PPP kubu Djan Faridzpun mengancam akan melaporkan KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika tetap mengizinkan kubu Romy mengikuti Pilkada serentak.
"Kami menyesalkan pada Jumat (27/2) kemarin Ketua KPU menyatakan bahwa DPP PPP Hasil Muktamar Surabaya masih sah secara hukum untuk mengikuti Pilkada serentak pada Desember 2015. Tidak menutup kemungkinan bila KPU salah mengambil keputusan dan itu merupakan pelanggaran hukum bisa diadukan ke DKPP dan digugat ke PTUN," ujar Ketua DPP PPP versi Muktamar Jakarta, Sofwat Hadi, dalam pesan singkat kepada para wartawan, Sabtu (28/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 19 Januari 2015 silam KPU diketahui mengirimkan surat kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk menanyakan pihak yang berhak mengikuti Pilkada serentak dalam tubuh PPP. KPU mengatakan bahwa DPP PPP hasil Muktamar Surabaya sebagai pihak yang sah mengikuti Pilkada serentak 2015 berdasarkan surat jawaban yang diterima atas pertanyaan tersebut.
Jika KPU tetap mengijinkan DPP PPP hasil Muktamar Surabaya mengikuti Pilkada, maka Sofwat meragukan penyelenggaraan Pilkada akan berjalan lancar nantinya. Menurut Sofwat, kekacauan bisa terjadi jika KPU tidak mengubah keputusannya itu.
"Keputusan KPU RI bisa mengkibatkan timbulnya kekacauan dalam pelaksanaan Pilkada serentak 2015. Kami mohon Menkumham dan KPU agar mempelajari dan melaksanakan putusan sela PTUN," ujar Sofwat.
Rabu (25/2) lalu PTUN Jakarta telah memutuskan untuk menerima gugatan yang dilayangkan Mantan Ketua Umum DPP PPP Suryadharma Ali terhadap Kemenkumham terkait pemberian Surat Keputusan pengesahan pengurus DPP PPP Hasil Muktamar Surabaya 2014 lalu. Atas pembatalan tersebut, maka SK yang dikeluarkan Menkumham beserta peraturan turunannya dinyatakan tidak berlaku oleh PTUN Jakarta.
"Tindakan tergugat (Menkumham) dapat dikualifikasi sebagai tindakan sewenang-wenang karena mengintervensi masalah internal PPP dan menyalahi peraturan dalam Undang-Undang Partai Politik. Konsekuensi yuridis itu adalah menetapkan putusan hukum batal,” ujar Ketua Majelis Hakim, Teguh Satya Bhakti, di PTUN Jakarta, Rabu (25/2).
(utd/pit)