LSM Disabilitas Protes Eksekusi Mati Terpidana Skizofrenia

Utami Diah Kusumawati | CNN Indonesia
Kamis, 05 Mar 2015 09:13 WIB
Beberapa organisasi disabilitas berencana mendatangi Komnas HAM melaporkan keberatan keputusan pemerintah mengeksekusi terpidana dengan gangguan jiwa.
Angelita Muxfeldt, Sepupu terpidana mati kasus narkoba Rodrigo Gularte, memberikan keterangan pers di Kantor Kontras, Jakarta, Rabu (18/2). (CNN Indonesia
Jakarta, CNN Indonesia -- Beberapa organisasi disabilitas di Indonesia berencana mendatangi Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk melaporkan keberatan atas keputusan pemerintah mengeksekusi mati terpidana asal Brasil, Rodrigo Gularte, yang mengalami gangguan jiwa.

Mereka menilai keputusan eksekusi mati terpidana dengan gangguan jiwa telah menyalahi peraturan perundangan di Indonesia tentang disabilitas.

"Kami hari ini mau ke Komnas HAM untuk mengadukan kasus Rodrigo karena kami sudah memeriksa bahan-bahan dan catatan medis keluarganya dan kedutaan Brasil," kata Pendiri Perhimpunan Jiwa Sehat sekaligus aktivis Yeni Rosa Damayanti kepada CNN Indonesia, Kamis (5/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Organisasi yang turut bergabung ke Komnas HAM antara lain, ujarnya, Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia, Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia, Lembaga Advokasi Penyandang Cacat Indonesia dan Pusat Pemilu Akses Penyandang Cacat.

Pemerintah melalui Jaksa Agung HM Prasetyo pada Rabu (4/3) telah menegaskan Rodrigo akan tetap dieksekusi meskipun pihaknya masih menunggu opini kedua dari dokter Polda Metro Jaya tentang kondisi kejiwaan terpidana. Prasetyo juga mengatakan ada indikasi upaya memperlambat eksekusi mati Rodrigo dengan pengakuan gangguan kejiwaan tersebut.

Menanggapi pernyataan tersebut, Yeni mengatakan semestinya Jaksa Agung memeriksa fakta-fakta medis dahulu sebelum memberikan pernyataan tersebut. Dia lantas mempertanyakan apakah pihak kejaksaan sudah benar-benar mempertimbangkan catatan medis Rodrigo.

"Jaksa Agung sudah baca belum catatan medis Rodrigo? Coba dilihat banyak catatan medis menyatakan dia mengalami gangguan jiwa sejak 1996, jauh sebelum ditangkap karena narkoba di Indonesia," ujar dia menegaskan.

Lebih jauh lagi, Yeni mengatakan berdasarkan ratifikasi konvensi HAM tentang disabilitas yang diadaptasi ke UU No 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas, gangguan jiwa merupakan salah satu bagian disabilitas yang mesti mendapatkan perlindungan dari pemerintah.

Tak hanya itu, dia menyebut dalam UU KUHAP pasal 44, gangguan jiwa juga tidak boleh dipidana. Sementara, UU Kesehatan Jiwa 2014 menyatakan orang yang mengalami gangguan jiwa mesti dipertimbangkan apakah mampu bertanggungjawab atas tindakan kriminal yang dilakukannya.

"Selama ini, kami melihat tidak ada pertimbangan medis yang dilakukan pemerintah selama sidang Rodrigo. Misalnya, dia tidak ditemani psikiater dan rekam jejak medis tidak dijadikan pertimbangan. Hal ini bertentangan dengan UU," ujar dia menegaskan. (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER