Jakarta, CNN Indonesia -- Desmond Junaidi Mahesa, Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang membidangi Hukum dan HAM, menuding langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan praperadilan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan ke Mahkamah Agung (MA) sebagai bentuk kompromi dengan sejumlah pihak.
"Itu kan bagian dari upaya hukum dan kepastian hukum. Kalau itu tidak digunakan KPK, malah ada yang salah. Artinya KPK kompromi dan tidak memahami," kata Desmond ketika dihubungi CNN Indonesia, Minggu (15/3).
Politikus Partai Gerindra tersebut mempertanyakan celah hukum yang tak diupayakan oleh komisi antirasuah. Padahal, merujuk Surat Edaran MA Nomor 4 tahun 2014, pengajuan PK terhadap praperadilan apabila ditemukan indikasi kelemahan hukum dimungkinkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini ada ruang kenapa tidak digunakan? Kesannya KPK tidak berani, hati-hati, atau kompromi," katanya.
Desmond kemudian membandingkan dengan upaya hukum yang secara agresif dilayangkan Budi kepada KPK. Budi menggugat keabsahan penetapan tersangka oleh KPK yang dinilai tak berlandaskan hukum.
"Ruang hukumnya yang sempit saja digunakan BG (Budi Gunawan) dan dipermasalahkan, ternyata bisa," ujarnya.
Dengan merujuk kepada Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, tidak dicantumkan adanya kewenangan hakim praperadilan untuk memutus keabsahan penetapan tersangka oleh lembaga penegak hukum, salah satunya KPK.
Pasal tersebut secara limitatif menjelaskan kewenangan hakim sebatas memutus keabsahan penangkapan dan penahanan; sah atau tidak penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; dan ganti kerugian dan rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan ada pada tingkat penyidikan dan penuntutan.
Tumpang Tindih AturanKendati demikian, merujuk angka dua Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 8 Tahun 2011, SEMA membatasi pengajuan kasasi ke MA dalam perkara tertentu yang tidak dikategorikan dan tidak memenuhi syarat kasasi. Mengutip Pasal 45 A UU Mahkamah Agung dalam SEMA tersebut, salah satu gugatan yang tak dapat diajukan berkasnya ke MA yakni putusan praperadilan.
Suhadi, Juru Bicara MA menjelaskan PK hanya dapat diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya. Dalam kasus Kepala Lembaga Pendidikan Polri dengan KPK tersebut, belum ada yang dapat ditetapkan sebagai terpidana.
Menanggapi hal tersebut, Desmond berpendapat perlu adanya pembahasan di DPR terkait persoalan hukum tersebut. "Ini lah hari ini yang jadi soal. UU MA mau di apakan oleh Komisi III DPR. Banyak hakim yang menterjemahkan sesuka hati karena merasa mereka Tuhan di dunia," tuturnya.
Lebih jauh, dia berpendapat kasus putusan praperadilan yang diambil oleh Hakim Sarpin Rizaldi dapat menjadi evaluasi bagi anggota legislatif untuk mengoreksinya. "Kritik ini dalam rangka memperbaiki UU KUHAP dan KUHP, dan UU MA. Ini bisa jadi catatan, agar hal-hal seperti ini tidak terjadi lagi," ujarnya.
Sebelumnya, hakim tunggal Sarpin Rizaldi di sidang praperadilan PN Jakarta Selatan, Senin (16/2), memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan praperadilan yang diajukan oleh tersangka suap dan gratifikasi KPK tersebut. Sarpin mengabulkan dua permohonan dari empat yang dimohonkan Budi.
Salah satu putusan Sarpin adalah penetapan tersangka oleh KPK dianggap tidak sah dan tidak memiliki kepastian hukum yang mengikat. Selain itu, KPK dianggap tidak memiliki kewenangan untuk menyelidiki perkara Budi Gunawan sebab status sang jenderal kala itu tidak tergolong sebagai penegak hukum atau penyelenggara negara.
(gen)