Tumpang Tindih Anggaran dalam APBD Jakarta Berpotensi Korupsi

Helmi Firdaus | CNN Indonesia
Selasa, 17 Mar 2015 12:15 WIB
Tumpang tindih anggaran bisa disebabkan karena adanya kerja sama antara SKPD dengan pihak ketiga penyelenggara proyek atau sebaliknya.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (kanan) memberikan buku RAPBD 2015 kepada Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi (kiri) ketika sidang paripurna DPRD Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) 2015, Jakarta, Senin (12/1). (ANTARA /M Agung Rajasa)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah memberikan evaluasi terhadap APBD DKI Jakarta 2015. Dikatakan setidaknya terdapat sembilan proyek yang diindikasi sebagai duplikasi anggaran. Semuanya berupa proyek perawatan atau pembangunan gedung yang masing-masing nilainya miliaran rupiah.

Koordinator Advokasi dan Ivestigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Apung Widadi menyatakan, evaluasi Kemendagri atas APBD DKI Jakarta 2015 disebutnya bukan duplikasi anggaran, tetapi tumpang tindih anggaran.

"Duplikasi itu jumlah uangnya sama di proyek yang sama, tetapi di SKPD yang berbeda. Sementara tumpang tindih uangnya berbeda di proyek yang sama tetapi SKPD yang berbeda," papar Apung ketika dihubungi CNN Indonesia, Selasa (17/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apung menyebut, tumpang tindih anggaran ini bisa terjadi karena beberapa hal. Pertama, kurangnya koordinasi antara SKPD karena tidak adanya kejelaskan prioritas pada masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Kedua, tumpang tindih ini disebabkan adanya kerjasama antara SKPD dengan pihak ketiga sebagai penyelenggara proyek. "Ini bisa timbal balik, atau bisa salah satu yang memulai dan disepakati lainnya," tuturnya.

Jika tumpang tindih anggaran dimulai dari SKPD, maka mereka akan mencari pihak ketiga yang akan mengerjakan proyek mereka. Atau pihak ketiga yang aktif mendekati SKPD dengan mengajukan proposal proyek yang sama pada dua SKPD yang berbeda.

Dari sebab yang kedua ini sangat dimungkinkan terjadinya praktik korupsi. Jika SKPD yang berinisiatif, maka dia akan melakukan pemotongan anggaran proyek yang dilakukan oleh pihak ketiga.

Jika inisiatif itu dilakukan oleh pihak ketiga, maka pihak ketiga yang akan memberikan gratifikasi kepada SKPD yang terkait. Pasalnya, pihak ketiga itu akan mendapatkan anggaran dari dua SKPD yang berbeda pada proyek yang sama. Pertanggung jawaban keuangan hanya dibuat sekali untuk dua SKPD yang berbeda. "Tumpang tindih anggaran ini, potensial untuk korupsi," ujarnya.

Cara yang paling gampang mengatasi tumpang tindih anggaran, terang Apung adalah dengan mencoret salah satu anggaran di salah satu SKPD dan mengalihkannya ke pos yang lain.  Namun, untuk menemukan tumpang tindih anggaran, lanjut Apung, bukanlah hal yang mudah. Pemerintah harus memulai membangun sistem e-budgeting yang baik. (sip)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER