Jakarta, CNN Indonesia -- Survei dari Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) menunjukkan satu dari sepuluh guru di Indonesia membolos saat semestinya mengajar. Hal tersebut dinilai bisa berdampak langsung terhadap tingkat kedatangan murid untuk kegiatan belajar mengajar.
Dalam penelitian yang diluncurkan pada Rabu (25/3) di Jakarta tersebut ditemukan fakta meski banyak guru membolos mengajar namun tingkat ketidakhadiran guru di kelas menunjukkan angka yang lebih tinggi.
Pada tingkat sekolah dasar, tingkat ketidakhadiran guru di sekolah mencapai 9 persen sementara ketidakhadiran guru di kelas sebanyak 13 persen. Sementara itu, pada tingkat sekolah menengah pertama jumlahnya lebih besar lagi, yakni guru membolos di sekolah mencapai 10 persen. Sementara ketidakhadiran guru di kelas mencapai 16 persen.
Untuk tingkat sekolah madrasah, tingkat guru yang membolos di sekolah mencapai 13 persen sementara ketidakhadiran guru di kelas mencapai 16 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masih berdasarkan penelitian OECD, jumlah guru yang membolos di kelas di wilayah Sumatera paling banyak diantara wilayah lainnya di Indonesia, yakni mencapai 17 persen. Sementara itu, wilayah Bali, Nusa Tenggara dan Kalimantan menempati posisi berikutnya dalam jumlah guru yang membolos di sekolah, yakni sebesar 14 persen.
Lebih lanjut, riset ini menjelaskan ketidakhadiran guru secara umum lebih tinggi pada kalangan guru laki-laki daripada guru perempuan. Hal ini juga umumnya terjadi di sekolah terpencil dan sekolah dengan sarana yang kurang memadai.
Alasan paling umum atas ketidakhadiran guru adalah melaksanakan tugas resmi yang masih berkaitan dengan kegiatan mengajar, seperti seminar dan rapat.
Ketidakhadiran guru berimbas pula pada ketidakhadiran murid. Ditemukan bahwa tingkat ketidakhadiran murid di kelas lebih tinggi di sekolah-sekolah yang tingkat ketidakhadiran gurunya tinggi.
Dalam penelitian OECD tersebut, ada 880 sampel sekolah dasar dan sekolah menengah pertama yang tersebar di beberapa wilayah, yaitu Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, Papua, dan Maluku. Secara keseluruhan, data dikumpulkan dari 8.300 guru dan 8.200 murid.
Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan menyatakan akan berkomitmen dalam hal peningkatan kualitas guru. "Kurikulum dan guru adalah ujung tombak pendidikan," katanya.
Menurutnya, wajah masa depan bangsa tercermin dari situasi pendidikan saat ini. "Dulu Indonesia masih berkompromi dengan kualitas guru karena tengah mengejar kuantitas. Sekarang, Indonesia harus fokus pada kualitas," katanya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal OECD Angel Gurria berpendapat perlu adanya gebrakan dalam kebijakan pendidikan di Indonesia. "Reformasi, reformasi dan reformasi. Pemerintah harus melihat reformasi sebagai cara hidup," katanya.
Selain dibutuhkan pemberdayaan manusia, Gurria berpendapat perlu adanya sistem pendidikan yang efisien. Pemerintah, kata Gurria, harus benar-benar mengawasi setiap pengeluaran dari anggaran yang ada.
(utd)