Jakarta, CNN Indonesia -- Pemimpin redaksi sejumlah situs Islam yang diblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyangkal tudingan medianya mendukung gerakan radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Pemimpin redaksi Salam Online, Ibnu Salmani, ketika audiensi dengan pihak kementerian, menegaskan pihaknya tidak pernah memberitakan ISIS.
"Saya pastikan, dari total 19 media, tidak ada yang mendukung ISIS. Kami tidak memberitakan ISIS. Apa itu ISIS? Tidak penting bagi kami," ujar Ibnu di Gedung Kominfo, Jakarta, Selasa (31/3). Dia berpendapat tudingan tersebut justru tak berlandaskan fakta.
Baca Juga: Fokus Kontroversi Pemblokiran Situs Islam
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau disebut radikal bisa dilihat. Media-media kami merujuk BBC, Antara, Reuters, AFP dan CNN. Apakah media-media yang saya sebutkan itu radikal? Saya kira tidak," ujarnya.
Hal senada juga diutarakan wartawan Gema Islam yang situsnya turut menjadi daftar media radikal menurut versi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
"Media kami tidak pernah mendukung ISIS. Kami kontra terhadap ISIS dan tidak mendukung mengajarkan radikalisme," ujarnya dalam diskusi.
Terlebih, pihaknya menuturkan, Gema Islam juga mengadakan pengajian akbar dengan menghadirkan seorang ulama yang dikenal anti ISIS. "Kami mengundang ulama yang biasa diundang BNPT, Syekh Ali Hasan. Ketua kami justru menemani Syekh Ali ketika di Indonesia," tuturnya.
Para wartawan situs yang diblokir pemerintah tersebut, menyayangkan nihilnya klarifikasi ketika pemblokiran terjadi. "Ini tindakan gegabah yang serampangan. Mestinya klarifikasi dulu. Paling tidak, ketika Kominfo menerima informasi dari BNPT melakukan klarifikasi. Zaman orde baru, kalau mau dibredel juga dilihat dulu. Ini lebih gila dari orde baru," katanya menjelaskan.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kominfo Ismail Cawidu menuturkan pihaknya sebagai kementerian memang tidak meneliti konten dari situs Islam tersebut. "Kominfo meneliti satu-satu, tapi tidak melihat sampai konten. Kominfo tidak meneliti apakah radikal atau tidak. Kami hanya meneruskan apa yang direkomendasikan BNPT," ujarnya.
Lebih jauh lagi, pihak kementerian kemudian berkomitmen akan lebih berhati-hati dalam menerima informasi dan melakukan pemblokiran. Staf Khusus Bidang Hukum dan Regulasi Strategis Kementerian Komunikasi dan Informatika, Danrivanto Budhijanto, memastikan akan memperbaiki mekanisme pemblokiran.
"Hal ini di luar perkiraan kami. Kami berupaya memperbaiki tata kelola. Nanti, aduan yang dilakukan masyarakat kepada Kominfo terkait pemblokiran, tidak akan serta merta dilakukan penutupan, tapi akan dibawa ke panel," ujar Danrivanto saat audiensi. Tim panel, katanya, akan terdiri dari pakar yang diakui keilmuannya dan tokoh masyarakat.
Danrivanto juga akan mengakomodir mediasi antara para media islam dan BNPT untuk meminta klarifikasi. "Nanti kami akan proaktif, berbicara langsung dengan BNPT dan Kementerian Agama. Jam satu kami akan melakukan pertemuan internal," ucapnya.
Sebelumnya, BNPT melaporkan untuk memblokir situs berdasarkan surat bernomor No 149/K.BNPT/3/2015 tentang Situs/Website Radikal ke dalam sistem filtering Kominfo. Berdasarkan laporan tersebut dan sesuai dengan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 19 Tahun 2014 soal penanganan situs internet bermuatan negatif, maka kementerian pun memblokir 22 situs yang diajukan. Merujuk Pasal 1 Permen tersebut, pemblokiran situs adalah upaya yang dilakukan agar situs internet bermuatan negatif tidak dapat diakses.
"Dari 26 situs yang diajukan, kami memblokir 22 karena yang lain ada yang mati, tidak aktif dan sudah ditutup," ujar Ismail.
(utd)