Jakarta, CNN Indonesia -- Terbitnya Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan yang diundangkan 23 Maret 2015 dinilai rawan korupsi. Naiknya jumlah tunjangan DP bagi pembelian mobil menjadi Rp 210,89 juta dari sebelumnya Rp 116,65 juta dinilai menjadi ladang basah para pejabat untuk menggunakannya bagi kepentingan pribadi.
"Penelusuran
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) pada 2010, uang DP mobil tidak dibelanjakan mobil tapi dialokasikan ke yang lain. Biasanya karena sudah dapat mobil mewah," ujar Manajer Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Agung Widadi di kantornya, Jakarta, Minggu (5/4).
Uang pun dimanfaatkan untuk kebutuhan tiap-tiap pejabat yang beragam. Alhasil, duit tersebut hanya seperti pesangon dan tunjangan bulanan biasa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak ada pertanggungjawaban. Ini kan langsung dicairkan ke masing-masing pejabat dan politisi, tidak dikelola oleh kesekretariatan di DPR," tuturnya. Nihilnya laporan tersebut yang menjadi celah manipulasi pemanfaatan dan modus korupsi.
"Kami investigasi ke anggota DPR yang incumbent, setelah kami cek Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) juga belum melakukan audit. Jadi sudah diberikan pada 2010 namun tidak terpantau ke publik,” kata Agung. Penyelewenangan tersebut terjadi pada hampir seluruh anggota dewan di periode sebelumnya.
Padahal, merujuk Undang-Undang Keuangan Negara, seluruh uang negara yang digunakan bisa diaudit. "Setiap rupiah bisa diaudit. Akan lucu jika hanya dengan keterangan secarik kertas bahwa saya sudah membeli mobil dengan harga sekian. Itu menjadi semacam hibah," tuturnya.
753 Orang PenerimaPada Pasal 3 Ayat (3) Perpres Nomor 39 Tahun 2015 menyebutkan alokasi anggaran fasilitas uang muka dibebankan pada anggaran Lembaga Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap pejabat diberi hak untuk menggunakan uang negara sebanyak Rp 210,89 juta untuk membeli mobil baru.
Dalam beleid yang diundangkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly itu dijelaskan fasilitas uang muka kendaraan tersebut diberikan untuk menunjang kelancaran tugas sehari-hari para pejabat negara.
Sementara pejabat negara yang berhak menerima tunjangan DP pembelian mobil berdasarkan aturan itu adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Hakim Agung Mahkamah Agung (MA), Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan anggota Komisi Yudisial (KY).
"Potensi pemborosan uang negara Rp 158,8 miliar, karena Pejabat yang menerima kurang lebih ada 753 orang," kata Agung.
(gen)