Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah Warga Negara Indonesia yang sudah tiba dari Yaman di Bandara Internasional Soekarno-Hatta didominasi oleh orang-orang yang memutuskan untuk melanjutkan kuliah di sana. Diperkirakan dari 110 WNI yang baru sampai di Jakarta, 80% berstatus mahasiswa di universitas yang tersebar di Yaman.
Salah satu yang berstatus Mahasiswa adalah Ali Zainal Abidin Al Mahdali. Pria asal Sulawasi Selatan tersebut sudah menjadi mahasiswa di salah satu universitas di Al-Hudaidah selama tujuh tahun.
Zainal, panggilan akrabnya, mengatakan dirinya akan selesai kuliah dalam waktu satu tahun lagi. Namun kondisi Yaman yang sedang konflik perang membuat dirinya mau tidak mau harus pulang ke Indonesia. "Iya saya sekolah di Darul Ulum sudah tujuh tahun," kata Zainal saat berbincang dengan para awak media di Common Lounge Bandara Internasional Soekarno-Hatta, kemarin. (baca juga:
Menlu Retno: 500 Mahasiswa WNI Tertahan di Yaman)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan dirinya tinggal satu tahun lagi sebelum kuliahnya di Darul Ulum selesai. Namun dia mengatakan kepulangannya ke Indonesia tidak menyurutkan niatnya untuk menyelesaikan kuliah yang sudah dia jalani selama tujuh tahun.
Pria yang besar di Malaysia tersebut menegaskan dirinya akan menunggu situasi di Yaman dalam waktu dekat. Jika kondisi di sana sudah aman, dirinya kemungkinan akan melanjutkan kuliah yang tinggal satu tahun lagi tersebut. "Mungkin saya akan menunggu dalam waktu dekat ini, kemungkinan akan sambung kuliah lagi," katanya.
Zainal mengatakan meski sebagian besar rekan-rekannya memutuskan untuk pulang ke Indonesia, masih ada beberapa rekannya yang lain yang memutuskan untuk tinggal. Alasan mereka masih memutuskan untuk tinggal, jelas Zainal, adalah karena sebentar lagi kampus tempatnya kuliah akan mengadakan ujian. (Baca juga:
200 Lebih WNI Terjebak Pertempuran Yaman, Evakuasi Terhambat)
Menurut informasi yang dia dapatkan, beberapa rekannya masih ada yang berharap kondisi di Yaman segera aman. Namun alasan utama teman-temannya adalah karena sudah dekat dengan waktu ujian serta belum dapat kepastian apakah akan bisa kembali ke Yaman.
"Masih ada satu dua orang yang bertahan. Mungkin masih berharap aman dan karena dua pekan lagi mau ujian," ujar Zainal memaparkan.
"Mereka semua mau lulus dan mereka berpikir belum tentu punya uang untuk bisa kembali ke Yaman. Tidak ada jaminan dari Kementerian Luar Negeri dan kampus," ujarnya.
Zainal ternyata tinggal di Yaman beserta istri dan kedua anaknya yang juga berwarga negara Indonesia. Dirinya pun mengaku tidak pernah keluar rumah saat rentetan senjata dan rudal menghujam lingkungannya.
Beruntung bagi dirinya dan keluarga, meski tak bisa keluar rumah pasokan air dan internet tetap mengalir. Dia bersyukur konflik tempat dia tinggal tidak separah di tempat lain.
Menurutnya Al-Hudaidah masih lebih aman dibanding Sana'a yang tak henti dihujam rudal dan kawan-kawannya. Namun tetap saja, kondisi tak terduga kerap saja terjadi di sana. "Tidak bisa ditebak kapan bom dan tembakan akan datang. Karena itulah kami diam saja di dalam rumah," ujarnya. Rumahnya, lanjut Zainal, "cukup jauh dari kampus maka masih lumayan aman. Yang parah adalah dekat kampus karena yang diserang adalah bandara. Bahkan teman-teman saya melihat langsung rudal dan lain-lain."
Sementara itu kondisi Yaman terus bergejolak sejak kelompok pemberontak Syiah Houthi menguasai ibu kota Sana'a dan mulai merangsek masuk mendekati Aden, markas terakhir Presiden Abd Rabbuh Mansur Al-Hadi. Lima negara Teluk, kecuali Oman, dan sejumlah negara lainnya bergabung dalam serangan udara yang dipimpin Saudi pekan lalu, setelah Hadi meminta intervensi militer di negarannya.
PBB menyatakan dukungannya kepada Presiden Abd Rabbuh Mansur Al-Hadisebagai pemimpin Yaman yang sah Yaman. Hadi sendiri kini melarikan diri dan dalam kondisi aman di Riyadh, Arab Saudi. Pada Selasa pekan lalu, media Inggris, The Independent melaporkan bahwa hujan bom jet Saudi diduga telah menewaskan sedikitnya 40 orang di kamp pengungsi di Yaman.
(sip)