Jokowi Didesak Bentuk Payung Hukum Kebebasan Beragama

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Selasa, 07 Apr 2015 17:04 WIB
Komnas HAM menilai payung hukum melindungi kebebasan beragama diperlukan untuk memutus mata rantai kekerasan atas agama.
Jemaah Ahmadiyah. (DetikFoto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo didesak untuk memutus mata rantai tindak kekerasan umat beragama yang masih menjamur di berbagai wilayah. Pembuatan payung hukum berdasarkan instruksi atau keputusan Presiden dinilai sebagai salah satu penyelesaian konflik kekerasan atas agama yang terus berkepanjangan.

Koordinator Desk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Komisi Nasional (Komnas HAM) Jayadi Damanik mengatakan payung hukum diperlukan untuk menindak penegak hukum yang dinilai turut andil dalam membiarkan kekerasan atas umat beragama.

"Presiden harus tegas. Undang-Undang tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum mengatur tidak boleh ada orang demo di rumah ibadah. Perintahkan Kapolri untuk menindak tegas agar jangan berlarut-larut," kata Jayadi saat diwawancarai usai jumpa pers di Komnas HAM, Jakarta, Selasa (7/4).

Presiden Jokowi sebagai kepala negara, menurutnya, memiliki wewenang untuk memberikan instruksi untuk pembentukan peraturan dan payung hukum. Peraturan tersebut menjadi bentuk teknis yang sebelumnya sudah diatur secara umum dalam undang-undang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jayadi mengatakan keberadaan payung hukum diperlukan untuk menekan penegak hukum yang melakukan pembiaran atas kekerasan terhadap umat beragama.

Jayadi kemudian mencontohkan pada saat terjadinya kekerasan atas jamaah Ahmadiyah di Kota Banjar, Jawa Barat, di mana aparat buang badan atas aksi penyerangan atas mesjid Ahmadiyah.

"Alasannya tidak ada personil. Ada pihak yang dibiarkan menyerang rumah ibadah lain," katanya.

Senada dengan Jayadi, Komisioner Komnas HAM dan Pelapor Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, Imdadun Rahman, menilai Presiden telah melakukan pembiaran berlarut untuk kasus kekerasan beragama. Alasannya, hingga kini Presiden sama sekali belum mendorong terbentuknya payung hukum untuk menjamin kebebasan beragama di Indonesia.

"Presiden juga tidak memberikan instruksi kepada kepolisian untuk mencegah kekerasan beragama," kata dia.

Lebih jauh, ia mengatakan masih adanya impunitas bagi pelaku kekerasan. Hal tersebut, katanya, ditunjukkan dengan pembiaran atas korban dan menyalahkan korban.

"Justru ada korbanisasi korban. Korban yang harusnya dibela negara justru dikorbankan," ujar dia.

Berdasarkan penelitian dari Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika dalam kasus kekerasan sepanjang 2014, 65 persen dari 2.392 kasus berawal dari isu agama.

Sementara itu, merujuk catatan Komnas HAM, pada 2015, sedikitnya lima kasus kekerasan mengatasnamakan agama. Kekerasan tersebut antara lain pelarangan penggunaan rumah ibadah di Mushalla As Syafiiyah di Kota Denpasar, penghentian pembangunan masjid Nur Musafir Batuplat di Kupang, penyegelan masjid jamaah Ahmadiyah di Depok, kekerasan di Masjid Az Zikra Bogor dan pelarangan penggunaan masjid Ahmadiyah di Banjar. (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER