Jakarta, CNN Indonesia -- Bekas Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta sekaligus terdakwa korupsi proyek pengadaan busway TransJakarta tahun 2012 dan 2013, Udar Pristono, didakwa mendesak karyawan perusahaan peserta tender proyek pengerjaan halte busway PT Jati Galih Semesta, Dedi Rustandi, untuk membeli mobil dinas pelat merah.
"Dalam pertemuan pada bulan September 2012, Udar meminta Dedi untuk membeli mobil dinas merek Toyota Kijang LSX tahun 2002 yang saat itu dalam proses lelang aset," ujar Jaksa Victor Antonius saat membacakan dakwaan Udar dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (13/4).
Udar meminta Dedi membayar Rp 100 juta untuk mobil pelat merah tersebut. Padahal harga lelang sekitar Rp 22,4 juta. (Baca juga:
Udar Didakwa Setor Ratusan Juta Duit Korupsi ke Dua Perempuan)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Atas permintaan Udar tersebut, Dedi menyampaikan persoalan tersebut kepada bosnya, Yeddie Kuswandy. "Namun Yeddy tidak berminat. Selanjutnya Udar melalui pegawainya yang bernama Mirza Ariandi mengubungi Yeddie agar bersedia membeli mobil tersebut, tapi Yeddie tetap tidak bersedia membeli mobil," ujar Victor.
Kendati demikian, Udar ngotot mengirimkan mobil bernomor polisi B 2180 PQ itu ke kantor PT Jati Galih Semesta. "Lalu Dedi menjumpai terdakwa dan terdakwa menjawab 'Bayar saja harga mobil Rp 100 juta'," kata Victor. Duit pun diminta untuk disetor melalui rekening anak Udar, Aldi Pradana. (Baca juga:
Udar Didakwa Korupsi Duit Proyek TransJakarta Rp 63,8 Miliar)
Lantaran tak kuasa menolak, Yeddie menyuruh Dedi memberikan duit kepada Udar senilai Rp 100 juta melalui transfer. "Terdakwa secara tidak langsung menerima uang Rp 77,5 juta," kata Jaksa. Yeddie dan Dedi tak berani menolak permintaan Udar karena khawatir kedudukan Udar sebagai Pengguna Anggaran dapat mempengaruhi proses lelang proyek perbaikan halte TransJakarta.
Tak berselang lama, PT Jati Galih dinyatakan memenangkan tender. "Yeddie sebagai Direktur Utama bersama dengan Bernard Hutajulu selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menandatangani surat kontrak pekerjaan perbaikan koridor senilai Rp 8,3 miliar yang diketahui Udar," kata Jaksa.
Atas tindakan tersebut, Udar didakwa melanggar Pasal 12B ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
(sip)